JAKARTA – Kinerja operasi PT Pertamina (Persero) untuk urusan hulu kembali disentil pemerintah. Kali ini Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta perusahaan migas berplat merah itu berbenah untuk bisa segera meningkatkan lifting minyak dan gas bumi.

Menurut Jonan, kondisi produksi migas Pertamina sangat disayangkan dan berbanding terbalik dengan performa yang ditunjukkan Exxonmobil yang memproduksi minyak di Blok Cepu.

Menurut Jonan, berbagai upaya harus segera dan tetap dilakukan untuk bisa mengkatrol produksi migas Pertamina.

“Kedua produksi migas itu, EOR dan lain-lain harus dipertahankan. Saya senang Blok Exxonmobil, Cepu 225 ribu barel per hari (bph) coba punya Pertamina itu turun semua. Alasan banyak, saya tidak terima. Presiden juga tidak terima alasan, ini ada direktur hulunya di sini,” kata Jonan di Kementerian ESDM, Jumat malam (12/7).

Produksi migas Pertamina saat ini masih ditopang lapangan-lapangan tua. Bahkan, usia-nya sebagian sudah diatas 50 tahun. Pertamina juga mendapat tugas mengelola blok-blok habis kontrak, seperti Blok Mahakam dan Southeast Sumatra yang usianya juga tidak muda lagi.

Kondisi ini membuat laju penurunan produksi alamiah (decline) relatif tinggi. Hal ini berbeda dengan Blok Cepu yang relatif berusia muda, dan belum mencapai puncak produksinya.

Tidak aneh, Blok Cepu memiliki catatan positif sejak ditemukan 18 tahun lalu. Semula produksi minyak dari Lapangan Banyu Urip diproyeksi hanya sebesar 165 ribu bph akan tetapi realisasinya bisa tembus 200 ribu bph dan hingga saat ini dalam data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minysk dan Gas Bumi (SKK Migas) tercatat rata-rata produksi siap jual (lifting) dari Blok Cepu bisa mencapai 225 ribu bph. Realisasi ini bahkan sudah jauh melampaui Blok Rokan yang biasa bertengger di puncak teratas untuk urusan produksi minyak Indonesia selama puluhan tahun.

Berbeda dengan Pertamina, dimana realisasi lifting beberapa anak usahanya yang berada dalam jajaran lima besar lifting migas nasional cenderung mengalami penurunan.

Blok Mahakam misalnya yang baru dikelola pada 2017 Pertamina melalui PT Pertamina Hulu Mahalam setelah dialih kelola dari PT Total E&P Indonesie. Dalam realisasi semester I lifting blok Mahakam rata-rata 662 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau setara dengan 118 ribu barel oil ekuivalen per hari (BOEPD). Padahal target yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019 lifting 1.100 MMSCFD. Realisasi semester I bahkan semakin menurun dibanding realisasi rata-rata sampai April lalu sebesar 667 MMSCFD. Untuk lifting minyak realisasinya 37 ribu barel per hari (bph) dari target 50.4 ribu bph.

Pertamina Hulu Energi OSES realisasi lifting minyak di sana hanya 29 ribu bph dengan target sebesar 32 ribu bph.

Pertamina EP menempati posisi tiga besar kontributor minyak dengan realisasi lifting rata-rata 80 ribu bph, sementara target APBN adalah sebesar 85 ribu bph. Untuk lifting gas realisasinya tercatat 768 MMSCFD juga menempati posisi tiga kontributor terbesar gas nasional. Relisasi ini sebenarnya belum mencapai target yang dipatok 810 MMSCFD.(RI)