JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan anggaran untuk memberikan kompensasi terhadap PT PLN (Persero) atas penetapan tarif listrik yang tidak mengalami kenaikan masih ada. Untuk itu pemerintah mengambil langkah tidak menaikan tarif untuk periode hingga Juni nanti.

“Sementara belum disesuaikan tentu saja akan berakibat ke timbulnya kompensasi dan diperhitungkan untuk diberikan kepada PLN,” kata Rida, dalam konferensi pers,  di Jakarta, Selasa (9/3).

Rida mengatakan penyesuaian tarif yang ditetapkan pemerintah dipengaruhi empat parameter, yakni kurs rupiah terhadap dolar AS, harga minyak mentah Indonesia (ICP), inflasi, dan harga batu bara.

Menurut Rida, harga batu bara dan ICP pada kuartal II 2021 cenderung mengalami kenaikan jika dibanding kuartal I 2021. Disisi lain, parameter inflasi dan kurs mendorong adanya kenaikan tarif listrik meski trennya menguat.

Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT PLN (Persero) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2020, apabila terjadi perubahan terhadap realisasi indikator makro ekonomi (kurs, Indonesian Crude Price/ICP, inflasi, dan Harga Patokan Batubara/HPB), yang dihitung secara tiga bulanan, maka akan dilakukan penyesuaian terhadap tarif tenaga listrik. Pada periode kuartal II menggunakan realisasi November 2020 sampai dengan Januari 2021.

Pada November 2020 sampai dengan Januari 2021 terdapat perubahan parameter ekonomi makro rata-rata per tiga bulan dengan realisasi kurs sebesar Rp14.157,27 per dolar AS, ICP sebesar US$47,21 per barel, tingkat inflasi sebesar 0,33 persen, dan HPB sebesar Rp762,84 per kg.

Berdasarkan perubahan empat parameter tersebut, seharusnya penyesuaian tarif tenaga listrik mengalami perubahan di mana tarif tenaga listrik untuk tegangan rendah, tegangan menengah, dan tegangan tinggi di atas tarif yang ditetapkan saat ini.

“Tapi pemerintah juga harus melihat dampaknya terhadap perkenomian dan daya beli masyarakat dan daya saing industri yang belum pulih,” ujar dia.

Namun demikian evaluasi terhadap penyesuaian tarif listrik tetap dilakukan pemerintah. Untuk semester II nanti pemerintah mengkaji skema penyesuaian tarif jika beberapa indikator tarif memang mengharuskan ada kenaikan.

Tidak hanya dari indikator formal, tapi  penyesuaian tarif akan melihat situasi perkembangan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang juga akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi.

Skema penyesuaian yang sedang dikaji adalah dengan cara bertahap, jadi tidak serentak berubah seluruh golongan pelanggan listrik non subsidi tarifnya.

“Ke depannya bisa jadi tarif adjustment bisa diterapkan. Mungkin itu kalau mau diterapkan akan secara bertahap dan berjenjang. Mungkin 900 VA belakangan, dan rumah tangga yang lebih tinggi dan bahkan industri dan bisnis yang lebih tinggi dahulu,” kata Rida.(RI)