JAKARTA – Rencana privatisasi atau menjual saham subholding PT Pertamina (Persero) melalui mekanisme penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) menjadi satu dari beberapa tuntatan penolakan yang disuarakan serikat pekerja Pertamina. Hal ini terungkap dari pernyataan sikap Serikat Pekerja Refinery Unit III Plaju bersama Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB).

“Berdasarkan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3, maka seluruh aset Pertamina harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia,” kata Muhamad Yunus, Ketua Umum Serikat Pekerja RU III Plaju, Senin (15/6).

Yunus menekankan, berbagai upaya dan cara membenahi Pertamina agar lebih maju sebenarnya sah-sah saja. Namun, penguasaan negara dan hak konstitusi rakyat terhadap BUMN tidak boleh di negasikan. Sebab secara historis, Pertamina adalah bagian dari perjuangan rakyat Indonesia. Oleh karena itu, lepas dari pembentukan Holding dan Subholding pemerintah seharusnya tidak memperlakukan Pertamina selayaknya perusahaan swasta.

“Kontrol dan peran negara sangat dibutuhkan untuk memproteksi Pertamina dari mafia migas yang semakin masif dalam mekanisme pasar (kapitalisme),” tandas Yunus.

Hasil RUPS Pertamina pada 12 Juni 2020, berdasarkan Salinan Keputusan Menteri BUMN No.SK-198/MBU/06/2020, tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas dan Pengangkatan Anggota Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina, ditetapkan struktur organisasi direksi yang semula 11 orang menjadi 6 orang. Direktorat Operasional yang sebelumnya ada di Pertamina akan masuk ke dalam beberapa Subholding yang telah di bentuk, yaitu Subholding Upstream, Subholding Refinery & Petrochemical, Subholding Commercial & Trading, Subholding Power & New and Reneawable Energy, Subholding Gas serta Shipping Company yang tertuang di dalam SK No.Kpts-18/C00000/2020-S0 Tanggal 12 Juni 2020 tentang Struktur Organisasi Dasar PT Pertamina (Persero).

Serikat Pekerja Pertamina RU III Plaju juga menyayangkan perubahan struktur organisasi dasar Pertamina (Persero) yang sangat signifikan tanpa ada komunikasi antara wakil pekerja dengan perusahaan sesuai kesepakatan bersama yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) periode 2019-2021 Pasal 7 Ayat 7 dan Ayat 8.

Yunus mengatakan pembentukan holding dan subholding dilakukan secara targesa-gesa di tengah triple shock yang sedang melanda Pertamina, yaltu melemahnya harga minyak dunia, tingginya nilai tukar dolar Amerika Serikat dan pandemi global Covid-19. Kondisi triple shock tersebut menyebabkan penurunan volume produksi dan penjualan produk Pertamina.

Struktur organisasi holding dan subholding yang telah ditetapkan, sebagian diduduki oleh eksternal Pertamina yang belum memiliki pengalaman dalam bidang oil and gas. Selain itu, belum adanya kejelasan terkait portofolio unit operasi subholding, termasuk status pekerja Pertamina yang selama ini berada di subholding.(RA)

Pernyataan Sikap SPP RU III – FSPPB (Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu) :

1. Menolak keras pembentukan holding dan subholding Pertamina.

2. Menolak keras upaya privatisasi anak perusahaan subholding melalui IPO.

3. Perusahaan berkewajiban untuk mematuhi dan melaksanakan seluruh isi dan ketentuan ketentuan yang telah dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) periode 2019 – 2021 yang sampai dengan saat ini masih berlaku.

4. Perusahaan mengoptimalkan kader internal Pertamina untuk menduduki jabatan strategis perusahaan.

5. Perusahaan agar fokus dalam perbaikan neraca keuangan dan manajerial untuk meningkatkan investasi.