NUSA DUA – Negara-negara G20 yang merepresentasikan sekitar 85% perekonomian dunia meyakini pentingnya menjamin ketahanan energi setiap negara. Namun demikian kesepakatan untuk melakukan transisi energi ternyata masih belum dicapai, khususnya transisi untuk meninggalkan penggunaan energi fosil.

Pembahasan yang dilakukan dalam Energy Transition Working Grup (ETWG) sebagai rangkaian dari kegiatan KTT G20 bersepakat bahwa dalam mengejar target pengurangan emisi karbon secara global tak bisa melepaskan ketahanan energi.

Yudo Dwinanda Priaadi, Chairman of ETWG menjelaskan dalam pertemuan task force transisi energi ini para negara sepakat bahwa dalam agenda transisi ke energi bersih tidak akan melepas prinsip ketahanan energi. Apalagi di tengah kondisi fluktuasi harga komoditas dan juga situasi geopolitik.

“Semua delegasi setuju bahwa kita tetap memerlukan ketahanan dan kecukupan energi untuk semua pihak. Terutama, kami juga membahas soal mitigasi risiko dalam menghadapi situasi global dan pasar yang serba fluktuatif,” kata Yudo saat ditemui di sela ETWG Forum di Nusa Dua, Kamis (1/9).

Saat ditanya tentang kepentingan Indonesia dalam penggunaan energi fosil dimasa transisi energi seperti batu bara dan migas, menurut Yudo dengan adanya kondisi seperti sekarang membuat semua negara juga memiliki kepentingan yang sama untuk melindungi kebutuhan energi dalam negeri.

Menurutnya Yudo geopolitik saat ini menjadi salah satu fokus pembahasan yang tidak bisa dielakkan. Setiap negara kata dia memang memiliki visi yang sama untuk menuju Net Zero Emissions, tapi kapan dan caranya bagaimana itu memang masih menjadi hak prerogatif masing-masing negara.

Indonesia sendiri membawa agenda tersendiri dalam forum tersebut. Menurut Yudi Indonesia dan India jadi dua negara paling vokal menyuarakan transisi energi yang tidak boleh menggoyahkan ketahanan energi.

“Indonesia di depan, kami bersama India. Ini sudah mengerucut menuju kesepakatan,” ungkap dia.

Para anggota G20 kata Yudo sepakat bahwa akses energi, dan affordable menjadi nilai dasar yang paling fundamental. Prinsip keberlanjutan tetap harus dilakukan.

Dia juga menjelaskan berbeda dengan pertemuan G20 beberapa tahun silam. Pada pertemuan G20 tahun ini para negara akhirnya mempunyai rencana jelas terkait upaya pengurangan emisi karbon.Melalui ETWG ke tiga ini para negara mensepakati prinsip prinsip fundamental dari impelmentasi transisi energi yang tertuang dalam Bali Compact. Nantinya, Bali Compact inilah yang akan disampaikan oleh para delegasi masing masing negara kepada menterinya masing masing dan membahasnya menjadi sebuah kesepakatan atau komunike.

“Kami melaporkan ke semua menteri menteri dan mengambil keputusan. Ini hasil dari pertemuan kita ETWG dari Jogja hingga Bali yang kemudian akan mempercepat transisi energi,” ungkap Yudo.

Semua negara G20 sepakat atas tiga pilar transisi energi. Ini tentu menjadi sinyal positif kepada komunitas global bahwa G20 memiliki ambisi dan komitmen sebagai bagian dari solusi atas masalah global untuk. Pertama mendukung pemulihan ekonomi global dari pandemi, kedua mempercepat kemajuan transisi menuju sistem energi yang lebih bersih secara berkeadilan, ketiga mendorong tercapainya akses energi modern yang terjangkau, handal, dan berkelanjutan serta upaya menekan emisi global. Kemudian keempat meningkatkan ketahanan energi untuk mitigasi berbagai resiko yang menyebabkan terganggunya kehandalan suplai dan ketidakstabilan pasar energi.

Persidangan forum ETWG-III juga mendorong adanya pernyataan bersama dari para menteri energi pada Energy Transitions Ministerial Meeting (ETMM). “Kami sangat bersyukur, di ETWG semua negara menunjukkan kesungguhan untuk mencapai consensus atas berbagai isu sebanyak mungkin. Ini penting untuk, memberikan sinyal bagi komunitas global bahwa G20 sebagai economic powerhouse berkomitmen untuk mendukung pemulihan ekonomi global sekaligus melakukan percepatan transisi energi,” ujar Yudo.