JAKARTA – PT Bayan Resources Tbk (BYAN) pada enam bulan pertama 2018 telah memproduksi batu bara sebesar 14,8 juta ton. Berdasarkan data yang dirilis perseroan, Senin (6/8),  pada periode April-Juni, produksi batu bara mencapai 8,4 juta ton, naik 31,25% dibanding kuartal I 2018 yang tercatat 6,4 juta ton.

Sepanjang 2018, Bayan menargetkan produksi batu bara 24-28 juta ton, naik dibanding realisasi produksi 2017 sebesar 21 juta ton.  Peningkatan produksi terutama berasal dari konsesi Tabang.

Jenny Quantero, Direktur Bayan, mengatakan pertumbuhan produksi terutama berasal dari Tabang, yang saat ini konsesi dipegang PT Bara Tabang dan PT Fajar Sakti Prima.

“Selain didorong mobilisasi peralatan tambahan oleh kontraktor disertai peningkatan kondisi cuaca, juga karena pembukaan area pertambangan low-strip di Bara Tabang,” ujar Jenny, Senin (6/8).

Tambang batubara

Selain Tabang, produksi batu bara Bayan juga berasal dari Gunungbayan Pratamacoal, Perkasa Inakerta, Teguh Sinar Abadi/Firman Ketaun Perkasa dan Wahana Baratama Mining.

Untuk penjualan, dengan tambahan realisasi kuartal II 2018, sebesar 7,6 juta MT, total volume penjualan pada semester I 2018 sebesar 14,2 juta ton. Pada 2018, Bayan menargetkan volume penjualan sebesar 23 juta-27 juta ton, naik dibanding tahun lalu 20 juta ton.

Pada 2017, tujuan penjualan batu bara Bayan sebagian besar atau 25% ke India. Disusul kemudian Malaysia dan Korea, masing-masing sebesar 16%. Jepang dan Taiwan masing-masing sebesar 11%,  Indonesia 10% dan lainnya 11%.

Bayan juga mencatat margin EBITDA tinggi pada kuartal II 2018 dan melampaui margin kuartal I. Pencapaian ini menempatkan EBITDA Bayan sebagai salah satu yang tertinggi di antara produsen batu bara yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Peningkatan margin terlepas dari sedikit penurunan harga jual rata-rata (ASP) dengan berlakunya pagu Harga Batubara Acuan (HBA) senilai US$70 per MT dan peningkatan volume penjualan dalam negeri, yang terutama disebabkan biaya tunai lebih rendah.

“Secara keseluruhan, EBITDA semester I 2018 diantisipasi sekitar US$400 juta. Angka ini masih akan dikaji PwC,” kata Jenny. (AT)