JAKARTA – Pemerintah menargetkan proyek prestisius pabrik baterai kendaraan listrik pertama di tanah air akan mulai dibangun pada semester I 2021. Pabrik tersebut akan dibangun melalui kerja sama konsorsium dalam negeri yang terdiri dari beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan konsorsium perusahaan luar negeri yang dipimpin LG, asal Korea Selatan.

Bahlil Lahadalia, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), mengungkapkan kesepakatan yang terjalin antara konsorsium BUMN yang dipimpin  Mineral Industry Indonesia (MIND ID) dengan konsorsium LG diinisasi oleh pemerintahan kedua negara. Untuk itu ia memastikan rencana pembangunan industri baterai listrik tersebut tidak main-main.

“Kemungkinan besar ground breaking semester I 2021, Insya Allah bangun pabrik,” kata Bahlil dalam konferensi pers virtual, Rabu (30/12).

Bahlil mengatakan kesepakatan yang terjalin adalah paket lengkap pembangunan industri baterai kendaraan listrik jadi dari hulu hingga hilir. Untuk hulu atau bahan baku baterai nantinya akan dipimpin oleh MIND ID melalui anggota holdingnya PT Aneka Tambang Tbk atau Antam. Nantinya pasokan nikel sebagai bahan baku baterai akan diolah di Maluku Utara.

“Hilirnya akan dilakukan di Batang, Jawa Tengah. Di sanalah nanti terjadi perpaduan investor asing dengan pengusaha nasional,” ujar Bahlil.

Adapun konsorsium BUMN selain Antam ada PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Selanjutnya Bahli memastikan pengusaha nasional lainnya,  termasuk dari daerah hingga UMKM akan dilibatkan dalam proyek tersebut.

“Kami tekankan dalam MoU bahwa harus mengikutkan pengusaha nasional, pengusaha nasional di daerah, dan UMKM. Jadi enggak hanya LG Group BUMN, tapi juga pengusaha daerah dan UMKM. Kita harus ubah cara pandang bahwa investasi di daerah harus memberikan dampak ke daerah,” ungkap Bahlil.

Menurut Bahlil, kesepakatan yang terjalin ini menjadi angin segar bagi investasi dan perekonomian di tanah air ditengah tekanan ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19. Total investasi yang akan masuk tidak tanggung-tanggung yakni mencapai US$9,8 miliar atau sekitar Rp142 triliun.

“Investasinya US$9,8 miliar atau Rp142 triliun. Angka ini cukup luar biasa sebab pasca reformasi belum ada investasi sebesar itu. Di era pandemi hampir semua negara tidak bisa mendapatkan investasi sebesar itu,” kata Bahlil.(RI)