JAKARTA – PT Timah Tbk (TINS) menderita kerugian sepanjang enam bulan pertama pada tahun ini hingga Rp390 miliar, dibanding periode yang sama 2019 yang membukukan laba bersih Rp205,3 miliar.

Kinerja negatif Timah disebabkan harga jual logam timah yang anjlok hingga Juni 2020.

Pendapatan Timah pada semester I tahun ini tercatat Rp7,9 triliun, turun signifikan dibanding periode yang sama 2019 sebesar Rp9,7 triliun.

Listi Witanni, Project Management Officer Timah mengatakan penjualan logam timah pada semester I 2020 hanya 31.508 ton. Tumbuh tipis dibandingkan tahun lalu dengan periode yang sama yakni 31.000 ton. Meskipun penjualannya tumbuh sayang tidak diikuti dengan harga logam di pasaran yang tertekan pandemi virus corona. Harga jual rata-rata logam di pasar bebas LMA juga turun.

Pada kuartal II 2020, harga rata-rata logam timah US$16.087 per ton atau turun 3,97 % dibandingkan kuartal I 2020 US$16.753 per ton dan anjlok 13,3 % dibandingkan Desember 2019 US$18.569 per metrik ton.

“Dari sisi laba rugi, sampai kuartal II 2020 memang masih tercatat negatif, minus Rp 390 miliar,” kata Listi, Jumat (28/8).

Listi mengatakan, kerugian perusahaan mulai terjadi sejak Januari 2020 yang minus Rp 191 miliar. Tapi kerugian terus berkurang pada Februari yang minus Rp 140 miliar, Maret minus Rp 83 miliar, dan April hanya minus Rp 70 miliar.

Pada Mei 2020 perusahaan justru meraup laba Rp 43 miliar dan Juni 2020 naik lagi jadi Rp 50 miliar.

Sedangkan dari aset alami penurunan dibandingkan tahun 2019. Pada semester I tahun ini jumlah aset Timah tercatat Rp18,3 triliun turun 12% dari posisi sebelumnya Rp20,3 triliun.

Utang usaha Timah juga tumbuh cukup tinggi di semester I ini mencapai 57,8% dari Rp1,9 triliun pada akhir 2019 menjadi Rp3 triliun pada Juni 2020.

Kemudian dari sisi liabilitas, posisi di semester I 2020 tercatat Rp 13,5 triliun. Jumlahnya turun jika dibandingkan akhir 2019 yang tercatat Rp 15,1 triliun.

“Liabilitas turun ini karena ada pembayaran pinjaman ke bank,” kata Listi.(RI)