JAKARTA – Dewan Energi Nasional (DEN) terus mendorong pengembangan bahan bakar yang ramah lingkungan. Salah satunya melalui pengembangan green fuel 100% atau Bahan Bakar Nabati (BBN) berbasis sawit. Hanya saja yang menjadi kendala saat ini adalah harga green fuel yang masih terbilang tinggi dan dikhawatirkan sulit diterima masyarakat jika harga tinggi.

Djoko Siswanto, Sekretaris Jenderal DEN mengatakan pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) telah melakukan uji coba pengembangan green fuel di kilang-kilang milik Pertamina. Namun ia mengakui tingginya harga green fuel 100% masih menjadi kendala yang harus dicarikan solusi.

“Saya sampaikan kendalanya adalah harga. Kalau kita jual green gasoline, green avtur dengan 100% sawit itu harganya Rp19 ribu, apakah masyarakat mampu atau pemerintah akan berikan subsidi selisihnya itu adalah kendalanya,” kata Djoko dalam diskusi Critical Review on The Biofuel Deployment Policy in Indonesia, Selasa (4/5).

Masalah harga ini harus segera dicarikan solusinya karena potensi pengurangan subsidi jika program ini diimplementasikan secara maksimal cukup besar.

Untuk itu, menurutnya implementasi dari program ini sebaiknya cukup sampai di B30 saja. Sebab solar di dalam negeri saat ini dalam kondisi berlebih.

Sehingga harga bahan bakar B30 kurang ekonomis jika dibandingkan bahan bakar fosil. Oleh karena itu pemerintah akan lebih fokus mengembangkan green fuel berbasis sawit dibandingkan melanjutkan program B40.

Menurut Djoko kalau tujuannya menghentikan impor maka B30 sudah cukup membuat Pertamina setop impor solar.

“Sebab kalau kita produsk terus produks kita yg memrpudksi solar akan kita jual kemana, dengan pandemi sekarang harganya ancur ancuran, lebih baik oke. Tujuan kita setop impor bbm. kita sekarang upayakan setop impor bensin. ya kita harus produksi bensi yang berasal dari sawit,” ungkap Djoko.

Pertamina saat ini sedang membangun pabrik katalis untuk memproduksi green fuel. Tapi masalahnya bagaimana bisa menjual produknya dengan harga yang sama dengan harga fosil.

“Kalau kita bisa produski secara skala besar saya yakin harganya akan sama. karena produksinya sekarang skala kecil saya kira cost-nya besar,” kata Djoko.(RI)