JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan revisi Peraturan Menteri (Permen) Nomor 49 Tahun 2018 tentang 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Pemerintah menerbitkan Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Yang Terhubung Pada Jaringan Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.

Surya Dharma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), mengatakan terbitnya Permen ESDM 26/2021 tentang PLTS Atap sebagai revisi Permen ESDM 49/2018 membuka harapan besar bagi pengembangan solar PV untuk skala individu dan industri melalui PLTS Atap.

“Selama ini Permen ESDM 49/2018 termasuk faktor penghambat pengembangan PLTS Atap yang sebelumnya digadang-gadang akan dapat mempercepat peningkatan porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional,” kata Surya Dharma, kepada Dunia Energi, Selasa (14/9).

Faktanya, kata dia, selama 3-4 tahun sejak gerakan sejuta surya atap diluncurkan oleh pemangku kepentingan energi terbarukan yang ditandatangani bersama pada 17 September 2017 pada acara Indo EBTKE Conex 2017 yang dilaksanakan oleh METI, ternyata PLTS Atap hanya terpasang sekitar 35 Megawatt (MW). Ini sangat jauh dari harapan.

Oleh karenanya, METI bersama dengan asosiasi energi terbarukan lainnya bersama-sama mengusulkan kepada Menteri ESDM untuk melakukan kajian ulang dan merevisi Permen ESDM 49/2018. “Kami bersyukur perjuangan panjang dan penuh dengan pro kontra akhirnya Permen tersebut direvisi dengan terbitnya Permen ESDM 26/2021,” ujar Surya Dharma.

Ia mengaku banyak harapan yang tertumpu pada Permen ESDM yang baru ini. Walaupun keadaan saat ini, kondisi kelistrikan nasional sedang mengalami kelebihan pasokan akibat pandemi COVID-19 yang sudah hampir dua tahun. Namun, PLTS Atap seharusnya tidak mempengaruhi kelebihan pasokan tersebut karena pemasangannya lebih banyak meningkatkan investasi individu dari skala rumah tangga dan mungkin kebutuhan industri untuk pemakaian sendiri.

“Yang terjadi adalah peningkatan pemanfaatan sendiri dan akan mengurangi penerimaan PLN akibat pengurangan penggunaan listrik PLN karena sudah menggunakan PLTS Atap milik sendiri,” kata Surya Dharma.

Dia menambahkan, bagi individu rumah tangga, tentu akan semakin terpacu pemasangannya karena listrik yang diproduksikan akan diberlakukan ekspor impor dengan perbandingan 1:1. Konsumen tidak merasa dirugikan karena ekspor listrik dari PLTS Atap bisa masuk ke jaringan PLN dan nanti akan bisa dipergunakan kembali sebesar 100% dari yang diekspor.

Surya menekankan, dengan perhitungan perlakuan ini berarti tingkat pengembalian investasi bagi konsumen yang memproduksikan listrik sendiri dari PLTS Atap, akan lebih cepat kembali. Mungkin bisa kembali dalam waktu kurang dari 10 tahun. Hal ini akan sangat menarik selain akan mengurangi pembayaran bulanan pada PLN juga akan bisa berinvestasi sendiri dengan harapan pengembalian yang lebih cepat. Karena pasti akan banyak juga muncul ESCO yang menawarkan pemasangan solar roof top pada rumah tangga yang berminat dengan pembayaran diambil dari selisih penghematan pembayaran bulanan yang selama ini dibayarkan pada PLN.

Dengan kondisi ini tentu saja harapannya agar tujuan pengembangan PLTS Atap sebesar 3,6 Gigawatt (GW) hingga 2025 akan terwujud. Dengan demikian berarti juga akan membuka pasar PLTS dalam negeri yang lebih besar, sehingga akan meningkatkan investasi dan industri solar panel dalam negeri untuk mengurangi impor sebagaimana dijalankan selama ini.

Menurut Surya Dharma, dengan adanya aturan ini maka tingkat pengembalian investasi akan menarik dan mendorong permintaan PLTS Atap. Potensi teknis pada segmen rumah tangga mencapai 655 GWp. Belum lagi potensi PLTS Atap pada bangunan Commercial & Industry. “Jika semua sektor bergerak positif, pasti akan dapat mengakselerasi PLTS Atap untuk meningkatkan bauran energi terbarukan dalam bauran energi nasional,” ujarnya.

Dia menekankan, meskipun dalam jangka waktu dekat peningkatan pemanfaatan ini akan semakin terdorong daya tarik Permen ESDM 26/2021, namun peningkatan akan terjadi secara linier dan secara perlahan kemudian akan meningkat secara eksponensial.

“Kami sangat menaruh harapan pada Permen ESDM yang baru ini. Tinggal kesiapan PLN saja yang akan mengalami penurunan revenue yang harus diabtisipasi dari sekarang,” kata Surya Dharma.

Menurutnya, penurunan revenue itu tentunya tidak akan berdampak signifikan dibandingkan income PLN lainnya. Apalagi dalam perhitungan ekspor dan impor akan nihilkan setelah 6 bulan. Secara finansial, tidak ada transaksi yang berhubungan dengan uang. Tapi yang ada adalah perhitungan pembayaran oleh konsumen yang berkurang signifikan karena ada transaksi ekspor dan impor yang sekarang dihitung 1:1

“Kini saatnya kita bersama-sama berupaya mewujudkan cita-cita kita untuk dapat meningkatkan pemasangan PLTS Atap untuk mengakselerasi tercapainya target bauran energi nasional,” kata Surya Dharma.(RA)