TASIKMALAYA – PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor bisnis panas bumi resmi mengoperasikan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi(PLTP) Karaha di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Ini ditandai dengan mulai mengalirnya listrik dari PLTP Karaha Unit I kepada jaringan PT PLN (Persero) sejak 6 April 2018.

Ali Mundakir, Pelaksana Tugas Direktur Utama PGE, mengungkapkan dengan rampungnya proyek Karaha berkapasitas 30 megawatt (MW), maka kapasitas terpasang yang dimiliki PGE menjadi 617 MW. “Proyek Karaha Commercial on Date  (CoD) itu  6 April 2018 dengan kapasitas pembangkit 30 MW. Dengan ini total PGE mempunyai kapasitas pembangkit 617 MW diseluruh Indonesia. Ini merupakan perusahaan Geothermal dengan kapasitas pembangkit terbesar kedua di tanah air,” kata Ali saat ditemui disela-sela peninjauan PLTP Karaha Unit I di Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (30/4).

Selain Karaha yang memiliki kapasitas sebesar 30 MW, PLTP lain yang dioperasikan PGE adalah PLTP Kamojang, Jawa Barat berkapasitas 235 MW; Lahendong, Sulawesi Utara 120 MW; Ulubelu, Lampung 220 MW serta Sibayak, Sumatera Utara 12 MW.

PLTP Karaha merupakan bagian dari 35 ribu MW dan langsung disambungkan dengan sistem transmisi Jawa – Bali dengan tambahan suplai listrik sebesar 227 GWh pet tahun. Produksi listrik ini akan menerangi 33 ribu rumah.

Menurut Ali, listrik dari PLTP dijual ke PLN dengan harga US$ 8,6 sen per KWh dalam Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL), setelah itu dibentuk tim verifikator bersama dengan PLN sehingga harga listrik yang sesusi keekonomian menjadi US$ 11,4 sen per KWh. Berdasarkan hasil audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga harga yang sesuai adalah US$ 11,4  sen  per KWh. Namun untuk saat ini PGE masih menjual listrik dengan harga US$ 8,6 sen per KWh.

“PLN juga mau review hasil BPKP. US$ 11,4 sen itu harga keekonomian dan sudah dituangkan dalam HoA, makanya perlu di review BPKP
Nanti PLN setujui nanti kemudian diputuskan Menteri ESDM,” ungkap Ali.

Dia menambahkan meskipun masih menjual listrik dibawah keekonomian,  PGE tetap berkomitmen untuk menjalankan tugas menyalurkan listrik karena yakin pemerintah akan berikan solusi terkait permasalahan harga nantinya.

“Ya kan sesama BUMN, yang penting kami salurkan dulu listriknya. Nanti kalau sudah ada keputusan juga berlaku surut dari tanggal CoD,” kata Ali.

Proyek Karaha unit I sebelumnya ditargetkan bisa beroperasi pada Februari 2018. Namun untuk memastikan keandalan operasi perusahaan terus melakukan serangkaian pengujian, sehingga membutuhkan waktu lebih. Apalagi rencananya proyek ini akan diajukan untuk diresmikan Presiden Joko Widodo.

“Kami perlu pastikan semua beroperasi dengan baik. Kami sudah laporkan ke pemerintah tinggal menunggu kesediaan jadwal Bapak Presiden,” ungkap Ali.

Khairul Rozaq, Direktur Eksplorasi dan Pengembangan  PGE, menjelaskan untuk investasi di Karaha  PGE menggelontorkan sedikitnya US$ 180 juta, diperuntukan untuk investasi surface facility seperti pipa dan power plant serta pengeboran sumur produksi, injeksi serta monitor.

“Ada 10 sumur beroperasi itu ada produksi, injeksi dan monitor. Dengan sumur investasi jadi US$ 180 juta,” kata Rozaq.

PLTP Karaha memanfaatkan energi bersih dan ramah lingkungan. Pemanfaatannya akan menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 202 ribu ton CO2/tahun.

Dalam pelaksanaan pembangunan PLTP Karaha tersebut, telah menyerap tenaga kerja sebanyak 2.700 orang yang terdiri dari tenaga kerja lokal sebesar 98,1persen (26,5 persen dari Kabupaten Garut dan Tasikmalaya, 71,6 persen luar Kabupaten Garut dan Tasikmalaya) dan tenaga kerja asing 1,9 persen.(RI)