JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Negara (BUMN) menegaskan dihilangkannya nama persero dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk semata-mata merupakan aspek administratif. PGN akan tetap diperlakukan sama dengan BUMN lainnya untuk hal-hal  strategis.

Fajar Harry Sampurno Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, mengatakan negara tetap memiliki kontrol terhadap PGN, baik secara langsung melalui kepemilikan saham Seri A Dwiwarna, maupun secara tidak langsung melalui Pertamina selaku induk, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016.

“Hal strategis, seperti perubahan anggaran dasar, dan pengusulan pengurus perusahaan, masih harus dengan persetujuan saham dwiwarna. Apalagi jika melakukan perubahan struktur modal atau rights issue tentu harus dengan persetujuan DPR sebagaimana diatur dalam PP 72/2016,” kata Fajar.

Menteri BUMN Rini M Soemarno resmi menandatangani akta pengalihan saham seri B milik negara sebesar 56,96% di PGN kepada Pertamina. Dengan begitu maka holding BUMN migas resmi berdiri dengan Pertamina sebagai induk perusahaan (holding) dan PGN sebagai anggota holding.

Fajar mengatakan langkah selanjutnya adalah proses integrasi PT Pertamina Gas (Pertagas) yang merupakan anak usaha Pertamina ke PGN. Sehingga PGN akan menjadi subholding gas di bawah Pertamina. Tim gabungan dari Pertamina dan PGN segera menuntaskan rencana integrasi dimaksud dengan sasaran tercapainya konsolidasi keuangan yang sehat dan tax planning yang optimal.

“Dengan masuknya Pertagas ke PGN maka PGN akan menjadi pengelola midstream sampai distribusi dan niaga gas” kata Fajar.

Dia menambahkan, Menteri BUMN juga telah menyetujui perubahan anggaran dasar Pertamina terkait perubahan atau peningkatan modal dan menyetujui pula integrasi Pertagas ke dalam PGN.

Beberapa pertimbangan yang disampaikan Direksi Pertamina dalam mengintegrasikan Pertagas ke dalam PGN antara lain; lini bisnis yang sama dalam hal transportasi dan niaga gas, terdapat potensi penghematan biaya operasional dan belanja modal karena hilangnya tumpang tindih dalam pengembangan infrastruktur, dapat menciptakan infrastruktur gas yang terintegrasi, dan menciptakan kinerja keuangan konsolidasi yang sehat. Serta memperkuat struktur permodalan PGN, sehingga membuka ruang untuk meningkatkan kapasitas utang untuk pengembangan bisnis gas.

“Dan meningkatkan setoran dividen serta pajak kepada negara,” kata Fajar.

Terkait dengan terlewatinya batas waktu 60 hari penandatanganan Akta Pengalihan Saham, sebagaimana dipersyaratkan pada keputusan RUPS Luar Biasa PGN pada 25 Januari 2018 lalu, keputusan tersebut akan dikukuhkan kembali pada RUPS Tahunan PGN pada 26 April 2018 mendatang. Dengan demikian, terlewatinya batas waktu 60 hari dimaksud bukan berarti holding BUMN migas batal.

“Sebab, terbentuknya holding BUMN migas secara hukum terjadi saat dilakukannya penandatanganan Akta pengalihan saham dimana seluruh hak-hak negara RI selaku pemegang 56,96% saham Seri B di PGN secara hukum telah beralih kepada Pertamina,” kata Fajar.(RI)