JAKARTA – Pemerintah bergerak cepat untuk segera mengimplementasikan kebijakan kewajiban pembelian minyak bagian Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) oleh PT Pertamina (Persero). Salah satu yang dipersiapkan adalah regulasi sebagai payung hukum kebijakan tersebut.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan salah satu pembahasan regulasi yang akan dilakukan Kementerian ESDM dengan Kementerian Keuangan terkait aturan perpajakan. Regulasi yang berlaku sekarang dinilai memberatkan KKKS untuk menjual produksi minyaknya ke dalam negeri.

“Dilihat dulu perpajakan dan lain-lain. Lagi kami evaluasi. Sekarang itu KKKS masih dikenakan pajak, jika jual ke dalam negeri bagian entitlement-nya. Ini yang sedang kami bicarakan dengan Kemenkeu,” kata Arcandra ditemui di Kementerian ESDM, Senin malam (20/8).

Arcandra mengatakan akibat beban pajak tersebut, akhirnya selama ini KKKS yang beroperasi di tanah air lebih memilih untuk menjual produksi minyaknya ke luar negeri. “Begini, dia (KKKS) jual keluar kena pajak enggak? Enggak, jual ke dalam bagaimana?,” tukasnya.

Kewajiban Pertamina untuk menyerap semua minyak yang diproduksikan KKKS dipicu impor minyak yang makin tinggi dan dianggap sebagai kontributor membesarnya defisitnya neraca perdagangan Indonesia.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan penerapan rencana pembelian seluruh minyak bagian KKKS bisa dijadikan solusi tingginya impor minyak. Namun pemerintah juga harus memperhatikan perkara legalitas. Jika sudah terlanjur berjalan kontrak maka harus tetap dihormati, tapi pemerintah harus siap dengan regulasi yang baru sehingga ketika kontrak jual beli selesai maka minyak bisa langsung dijual ke Pertamina.  Jika memaksa untuk bisa langsung mengimplementasikan tanpa perlu kontrak berakhir, maka pemerintah harus siap bayar konsekuensinya.

“Paling tidak ini sudah langkah awal. Pada saat kontrak sudah selesai semua direalokasi ke domestik. (Kalau tanpa tunggu kontrak) Biasanya akan dikenakan pinalti. Bisa saja pemerintah yang membayar pinaltinya,” kata Komaidi.(RI)