JAKARTA- Kegiatan penambangan ilegal atau pertambangan tanpa izin (PETI) masih marak. Tak hanya di sektor mineral, aktivitas PETI juga terjadi di sektor batubara. Upaya penertiban penambangan ilegal juga dinilai masih setengah hati.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperlihatkan, lokasi PETI ada di 2.741 titik, salah satu yang terbanyak berada di di Sumatera Selatan, yaitu 33 lokasi PETI batu bara di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) salah satu perusahaan nasional dan 529 lokasi PETI mineral.

Praktik penambangan ilegal komoditas batubara, mineral logam dan nonlogam juga terjadi di Kalimantan Timur, yaitu 36 PETI batubara di dalam WIUP dan enam PETI mineral. Di Kalimantan Selatan, 26 lokasi PETI batubara dan 1 PETI mineral.

Bisman Bakhtiar, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), mengatakan agar penertiban penambangan ilegal tuntas dengan melakukan penegakan hukum yang benar. Apalagi PETI adalah kejahatan yang mencolok dan tidak sembunyi-sembunyi.

“Jika penegakan hukum benar, dengan mudah (PETI) bisa diatasi. Patut juga diseriusi bahwa PETI juga banyak melibatkan kekuatan besar juga. Jadi harus ada komitmen kuat dari atas,” ujar Bisman, Senin (29/8/2022).

Bisman mengatakan, persoalan PETI saat ini dan dari dulu sudah sangat marak tetapi belum dapat diatasi secara efektif. Ini karena penegakan hukum yg kurang maksimal dan tidak serius. Bisman menilai, rencana pemerintah membentuk unit kerja eselon satu untuk penegakkan hukum sektor ESDM di Kementerian ESDM dinilai positif. Hal ini bisa menjadi dorongan untuk pemberantasan PETI. “Paling tidak bisa menjadi pendorong untuk efektivitas penegakan hukum,” katanya.

Dalam penertiban PETI selama ini Kementerian ESDM melakukannya lewat Inspektur Tambang. Namun, Inspektur Tambang tidak memiliki kewenangan untuk penangan PETi. “Keberadaan Gakkum ESDM nantinya, tentu harus tetap kerja sama dengan polisi, termasuk sinergi dengan (Ditjen) Gakkum di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan jika ada PETI di lokasi hutan,” katanya.

Menurut Bisman, praktik penambangan ilegal tidak jelas penanganan dan progressnya. Hal ini karena Kementerian ESDM menganggap PETI adalah kewenangan aparat hukum. Kementerian ESDM merasa tidak punya kewenangan penindakan, sedangkan aparat hukum (polisi) tidak ada satuan khusus menanganai PETI. “Mungkin ini salah satu urgensi ada Gakkum di Kementerian ESDM sehingga jika ternyata masih juga marak, berarti tanggung jawab ESDM,” katanya.

Antonius Agung Setijawan, Inspektur Tambang Ahli Madya Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Ditjen Minerba Kementerian ESDM, mengatakan faktor umum penyebab PETI adalah terbatasnya lapangan kerja, desakan ekonomi, tidak memerlukan syarat pendidikan, tergiur hasil yang instan. “Ada juga dukungan pemodal serta penegakan hukum yang tidak merata di setiap tempat,” katanya saat berbicara pada sebuah webinar, Senin (22/8/2022).

Terkait faktor motivasi pelaku penambangan ilegal, Agung, mengatakan hal itu terjadi karena empat sebab, yaitu adanya niat melakukan kejahatan, kesempatan karena penegakan hukum yang lemah, dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. “Selain itu karena keterbataasan lapangan kerja,” katanya.

Agung menjelaskan, upaya penanganan PETI dari Kementerian ESDM dilakukan melalui penataan wilayah dan regulasi serta pembinaan oleh PPNS. Selain itu pendataan dan pemantauan oleh informasi teknologi (IT) serta formalisasi menjadi Wilayah Pertambangan Rakyat (IPR). Untuk KLHK penanganan melalui pemulihan kerusakan dan lahan serta pengendalian peredaran dan penggunaan B3. “Untuk Kemendagri koordinasi dengan Pemda serta Polri berupa penindakan,” ujarnya. (*)