JAKARTA – Pemerintah memutuskan melanjutkan proyek pembangunan pembangkit listrik yang sebelumnya akan ditunda akibat dampak anjloknya nilai tukar rupiah. Proyek pembangkit berkapasitas total 15,2 gigawatt (GW) yang direncanakan dijadwal ulang, sebanyak 10,56 GW diantaranya akan tetap dilanjutkan dan dipastikan tidak akan berdampak terhadap kondisi nilai tukar rupiah.

Andy Noorsaman Sommeng, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan penjadwalan ulang proyek pembangkit listrik berkapasitas 15,2 GW sebenarnya sudah terencana dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027. Serta telah mendapatkan persetujuan harga listrik dari Menteri ESDM, sehingga tidak mungkin ditunda.

“Sebanyak 6,4 GW dari 15,2 GW, berarti ada 8,8 GW yang ditunda. Ternyata ada 4,16 GW lagi yang sudah disetujui Pak Menteri harganya. Jadi total ada 10,56 GW yang tidak bisa ditunda, sehingga yang dapat ditunda hanya 4,6 GW,” ujar Andy di Kementerian ESDM Jakarta, Senin (24/9).

Menurut Andy, dalam penyusunan RUPTL, Kementerian ESDM sudah consider growth tidak sesuai dengan yang direncanakan 35 GW. Pasalnya, pertumbuhan tidak tinggi, yakni 5,2% .

“Dari situlah, kami mengadjust berapa kebutuhan pertumbuhan lisrtik,” tukas dia.

Andy mengatakan ada bebebrapa alasan proyek pembangkit dengan total hingga 7 ribu MW mau tidak mau harus dijalankan. Pertama adalah kebutuhan untuk menjaga keandalan sitem jaringan listrik. Reserve margin dengan batas minimal 30% harus bisa dijaga diseluruh wilayah. Untuk itu pertumbuhan konsumsi listrik juga harus diimbangi dengan pertumbuhan penyediaan pasokan listrik.

“Ternyata ada yang harus tetep dibangun. Jumlahnya 6 – 7 GW. Ini dibangun untuk menjaga realibility, artinya apa, dengan reserve margin 30% harus dijaga. Ini enggak boleh dikorbankan,” ungkap dia.

Namun Andy menolak membeberkan detail proyek mana saja yang tetap dilanjutkan. Sebagian proyek yang tidak akan mengalami perubahan jadwal untuk diselesaikan adalah pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan total kapasitas sebesar 3,51 GW.

Kemudian setelah dilakukan penyisiran dan evaluasi ulang ternyata ada proyek yang benar-benar tidak bisa dimundurkan jadwal pembangunan karena sudah terikat kontrak. Sebagian besar proyek yang tidak bisa ditunda pembangunannya karena alasan kontrak adalah pembangkit listrik tenaga gas

“Tidak boleh korbankan EBT dengan kapasitas 3,51 GW. Itu harus dibangun. Lalu ada beberapa kontrak gas Take or Pay, Kalau sudah Perjanjisn Jual Beli Gas (PJBG) kan enggak bisa ditunda. misalnya PLTGU Jawa 1, dan PLTU Suput kalau ditunda tarif tambah (naik),” kata dia.

Nilai Tukar

Selain menegaskan penjadwalan ulang proyek pembangkit tidak diakibatkan anjloknya rupiah dalam beberapa waktu terakhir, pemerintah juga mengklaim proyek listrik yang akan dilanjutkan tidak berpengaruh besar terhadap cadangan devisa maupun nilai tukar rupiah.

Menurut Andy, dalam prakteknya penggunaan dolar didalam negeri juga cukup banyak. Dalam catatannya, paling tidak penggunaan dolar dalam negeri bisa mencapai US$ 7,7 miliar, ditujukan untuk biaya operasional.

“Kami bicara operasi dari PLN, operasinya cukup besar. Bayar IPP itu dalam dolar sebelum Peraturan Bank Indonesia PBI 17/3/PBI 2015 masih menggunakan dolar Amerika Serikat. Sementara operating costnya itu sebesar US$ 7,7 miliar per tahun. Sebelum keluar PBI kan masih dolar itu harus dibayar. Jadi kurang sekali berdampak dengan nilai tukar,” tandas Andy.(RI)