JAKARTA – Proyek kilang PT Pertamina (Persero) yang digagas sejak 2014 tidak pernah surut mendapatkan sorotan. Begaimana tidak, kilang tersebut bisa jadi pintu utama Indonesia menuju ketahanan energi yang sudah berpuluh tahun tidak dinikmati. Kilang menjadi jawaban atas gap besar antara suplai dan kebutuhan akan minyak nasional.

Saat ini kebutuhan rata-rata minyak memtah maupun produk mencapai sekitar 1,4 juta barel minyak setiap harinya, tapi kemampuan suplai atau pemenuhannya hanya setengahnya. Kemampuan kilang Pertamina pun hanya mendekati 1 juta barel per hari. Banyak kalangan yang mencibir Pertamina lantaran mega proyek yang digagas hampir lima tahun lalu itu tidak ada perkembangan signifikan.

Ignatius Tallulembang, Direktur Mega Proyek dan Petrokimia Pertamina, mengungkapkan kompleksitas dalam membangun kilang sagat tinggi, termasuk menghabiskan waktu serta biaya sangat besar. Risiko tinggi itu membuat siapapun harus memiliki persiapan matang dalam membangun kilang.

Ada empat proyek pengembangan kilang eksisting atau Refinery Development Master Plan (RDMP) serta dua pembangunan kilang baru atau New Grass Root Refinery (NGRR) yang digarap Pertamina. Kilang Balikpapan menjadi salah satu proyek yang mengalami perkembangan pesat di proyek RDMP.

Menurut Tallulembang, jika dipersentasekan realisasinya sudah mencapai 9%. Padahal dalam rencana seharusnya sekarang baru 6% . Kemudian sebagian besar peralatan sudah dilakukan pembelian. “Paket-paket besar (pengadaan) sudah ongoing. Proyek ini Juni 2023 sudah mencapai milestone penyelesaian atau sudah beroperasinya kilang. Satu tahun pemeliharaan, Juni 2024 proyek ini tuntas beroperasi normal untuk tahap I,” kata Tallulembang dalam paparannya di Kantor Pertamina, Jakarta, Rabu (6/11).

Pertamina saat ini sedang melakukan seleksi calon mitra usaha yang akan spesifik ikut mendanai proyek RDMP Balikpapan. Ini dilakukan sebagai strategi mitigasi lantaran kebutuhan investasi membangun kilang terbilang sangat besar. Untuk Balikpapan, total dana yang dibutuhkan mencapai US$6,5 miliar.

“Kalau terjadi kegagalan luar biasa kan, bagian mitigasi itu sekaligus mengurangi capital expenditure (Capex) dan utang. Kami ajak partner dalam membangun kilang. Ada yang strategic, ada yang equity. Balikpapan ini equity partner. Awalnya 60 perusahaan, jadi 20 perusahaan. Bulan lalu 10 perusahaan, saat ini tinggal empat. Desember 2019 sudah akan terpilih equity partner. Kado Pertamina adalah terpilihnya partner Balikpapan. itu progress signifikan. Awalnya April tahun depan penetapan mitranya,” ungkap Tallulembang.

Proyek kilang Pertamina utamanya Balikpapan benar-benar dikebut. Ini ditandai dengan proses tahap II yang sudah dilakukan yaitu Basic Engineering Design (BED) yang sudah dilakukan. Setelah itu proses lelang siap dilakukan serta dilanjutkan dengan konstruksi. “Tahun depan masuk ke lelang. Jadi antara tahap 1 dan dua, enggak terlalu jauh. Paling lambat 2026 Balikpapan tahap II juga sudah selesai,” tukasnya.

Ketika selesai, kapasitas Kilang Balikpapan akan meningkat dari 260 ribu barel per hari (bph) menjadi 350 ribu bph. Tidak hanya kapasitas, kualitas produk juga ditingkatkan dari Euro II menjadi Euro V.

Selain Balikpapan, RDMP selanjutnya yang dipastikan didorong dengan cepat pengembangannya adalah Kilang Balongan. Pengembangan di Kilang Balongan akan menambah kapasitas kilang dari 125 ribu bph menjadi 150 ribu bph serta meningkatkan kualitas produk dari Euro II ke Euro V.

Tallulembang mengatakan dalam perkembangan terkini, tender untuk proyek ekspansi sudah dimulai ini dibarengi dengan Dual Feed Competition jadi perusahaan melakukan Front End Engineering Design (FEED) langsung Engineering Procurement and Construction (EPC). “Jadi tidak ada lagi perlu jeda satu tahun. Jadi siapa yang terbaik membuat FEED akan langsung EPC. Balongan tahap 1 ini selesai 2022 Oktober itu dengan percepatan,” ujar dia.

Pertamina sendiri menargetkan penetapan pemenang tender pada 10 Desember mendatang yang ditandai dengan penandatanganan kontrak dengan pemenang tender. “Kalau sudah tandatangan kontrak proyek itu jalan sudah dieksekusi. Walaupun ini RDMP kedua tapi lebih cepat selesai,” tukasnya.

Selanjutnya adalah Kilang Cilacap yang akan bertambah menjadi 400 ribu bph kapasitasnya dari sebelumnya 348 ribu bph. Tentu RDMP juga meningkatkan kualitas produk dari Euro II menjadi Euro V.

Menurut Tallulembang, saat hari jadi Pertamina, 10 Desember mendatang akan menjadi hari spesial untuk Pertamina. Pada hari ulang tahun itu akan ditandatangani kontrak dengan pemenang tender pengembangan wilayah pembangunan kilang atau Site Development Contract award kilang Cilacap untuk relokasi jalan, relokasi sungai dan persiapan lainnya.

Pertamina juga memastikan kerja sama dengan Saudi Aramco sampai saat ini masih berjalan dan setelah penunjukkan bersama International Financial Advisor (IFA) hasilnya akan diketahui pada akhir tahun ini

“Kesepakatan hasil valuasi pada Desember tahun ini. Diupayakan semua selesai diakhir Desember. Setelah itu kita akan segera masuk ke engineering, kita akan laksanakan awal tahun depan signing engineeringnya,” ungkap Ignatius.

Masih ditanggal 10 Desember, RDMP Kilang Dumai yang selama ini tidak terlihat, perkembangannya mulai dipercepat dimana akan ditandatangani Framework Agreement dengan calon partner. Pengembangan kilang Dumai sendiri ditargetkan selesai pada tahun 2027.

Dengan total investasi yang dibutuhkan antara US$ 5 – US$ 8 miliar, RDMP kilang Dumai akan meningkatkan kapasitasnya dari 140 ribu bph menjadi 300 ribu bph.

Kilang baru yang sedang dibangun adalah kilang Tuban yang dikerjasamakan dengan Rosneft. Perusahaan asal Rusia. Kilang Tuban memiliki kapasitas 300 ribu bph. Serta akan mampu memghasilkan BBM dengan kualitas setara Euro V. Selain itu, kilang ini juga akan mampu hasilkan Petrokimia 4,2 juta ton per tahun.

Selain kilang Tuban ada Kilang Bontang. Saat ini Framework Agreement masih berlaku dengan Overseas Oil & Gas (OOG) asal Oman. Pertamina tidak terlibat langsung dalam persiapan pembangunan. “Pertamina tidak ikut mendanai partner semua, Pertamina mendapatkan golden share 10% off take produk tertentu yang dibutuhkan,” kata Ignatius.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa pembangunan kilang akan semakin didorong pemerintah. Kilang kata dia jadi salah satu jalan utama dalam mengatasi defisit neraca perdagangan yang dialami Indonesia waktu terakhir. Menurut Arifin dengan adanya kilang maka impor BBM juga bisa dikurangi. “BBM memang kita harus punya kilang sendiri. Kita harus expedite (mempercepat),” ujarnya.

Pemerintah mendorong Pertamina untuk memprioritaskan penyelesaian RDMP. “Kalau kita tidak punya kilang ada beberapa hal yang bisa mempengaruhi. Kalau short of supply mendadak, kita terpaksa harus cari barang di pasar, harga mahal. Kalau ada di sini (dalam negeri) kan stabil terus.  Kemudian kalau kita beli terus dari orang lain, yang menikmati nilai tambah mereka,  karena dia punya processing cost dan margin,” kata Arifin.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan pembangunan kilang Pertamina sangat krusial saat ini. Pasalnya tidak hanya soal ketahanan energi, namun sudah merembet ke berbagai aspek lain, termasuk dampak moneter.

“Tidak hanya ketahanan energi tapi juga ketahanan yang lain-lain merembet ke nilai tukar rupiah, itu kaitannya moneter merembet aspek lainnya jadi semakin lebih penting,” kata dia.

Selain itu, pemerintah juga tidak bisa lepas tangan begitu saja. Apalagi Pertamina mau tidak mau harus mengorbankan potensi keuntungannya lantaran margin bisnis kilang juga tidak besar. Di sisi lain Pertamina harus merelakan sebagian investasinya untuk kilang.

“Ini harus paralel ada kepastian usaha di hilir, harus fair, harus diberikan insentif, misalnya perpajakan, kemudahan perizinan mutlak harus diberikan. Hal-hal begini harusnya jadi perhatian, karena pemerintah tahu untungnya tidak lebih besar. Hal-hal itu harusnya bisa diintervensi pemerintah,” kata Komaidi.(RI)