JAKARTA – Pembangunan Prototipe Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) skala komersial yang menjadi salah satu bagian kegiatan penelitian Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) menjadi Prioritas Riset Nasional (PRN).

Ferly Hermana, Kepala Biro Perencanaan BATAN, mengatakan saat ini lembaga penelitian dalam melakukan kegiatan penelitian harus didasarkan pada penugasan yang diberikan oleh pemerintah.

“Riset kedepan harus berdasarkan penugasan dari pemerintah yang dituangkan dalam PRN,” kata Ferly, dalam acara diskusi Selasa (10/9).

Suryantoro, Deputi Pendayagunaan Teknologi Energi Nuklir BATAN, menambahkan bahwa PRN yang dicanangkan pemerintah sebagai upaya menjadikan penelitian di Indonesia agar mempunyai dampak terhadap masyarakat. Salah satu kegiatan BATAN yang masuk dalam PRN adalah prototipe PLTN skala komersial dengan daya 100MW.

Selain prototipe PLTN skala komersial, kegiatan sistem pemantau radiasi lingkungan juga menjadi prioritas riset nasional.

“Kedua kegiatan tersebut diharapkan masuk menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN),” kata Suryantoro.

Dia juga menekankan bahwa terkait dengan menguatnya desakan terhadap pembangun PLTN di pulau Kalimantan, BATAN mempunyai peran sebagai technical support organization (TSO).

Dalam hal ini BATAN sebagai TSO yang melakukan berbagai kajian dalam penyiapan tapak PLTN.

Dalam penyiapan pembangunan PLTN, BATAN juga melakukan penyiapan sumber daya manusia. Melalui Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN) dan Pusdiklat, BATAN memberikan pelatihan kepada SDM nuklir yang nantinya mendukung dalam pemanfaatan teknologi nuklir untuk energi.

Susilo Widodo, Ketua Umum HIMNI, mengatakan, sebagai organisasi independen pihaknya akan memberikan solusi dan kritikan positif terhadap rencana pembangunan PLTN.

Sebagai perhimpunan yang beranggotakan para pakar, HIMNI mempunyai peran dalam bentuk kontribusi pemikiran dan kontrisbusi lainnya yang lebih konkrit misalnya tentang desain.

Menurut Susilo, sebagai wadah para pakar, HIMNI akan selalu mengkritisi kebijakan pemerintah terkait pemanfaatan teknologi nuklir untuk energi. Kritisi yang dimaksud tentunya bersifat membangun bukan bersifat yang menolak atau anti nuklir.

“Kritik harus terus dilakukan untuk menjamin agar tapak yang dipilih sebagai lokasi PLTN sesuai dengan tujuan HIMNI yakni demi kesejahteraan masyarakat dan ramah lingkungan,” tandas Susilo.(RA)