JAKARTA – Program peningkatan produksi minyak satu juta barel per hari (bph) yang diusulkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak disetujui alias ditolak oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk dijadikan salah satu dari usulan baru Proyek Strategis Nasional (PSN) 2020-2024 kepada Presiden Joko Widodo. Selain program produksi minyak satu juta barel per hari ada program eksplorasi panas bumi oleh pemerintah yang juga tidak disetujui.

Menurut sumber Dunia Energi, Kementerian ESDM masih berusaha agar dua program tersebut tetap disetujui. Pasalnya ketika program atau proyek sudah menjadi bagian dari PSN ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh mulai dari birokrasi hingga salah satu tantangan yang paling berat yakni masalah pembebasan lahan.

Pri Agung Rakhmanto, pengamat migas dari Universitas Trisakti, mengungkapkan bahwa target produksi minyak satu juta bph wajar tidak disetujui Kemenko Perekonomian.  Pasalnya, belum merupakan proyek, belum ada proyeknya dan juga rincian yang spesifik untuk itu. Sehingga, memang wajar kalau dikeluarkan dari usulan PSN.

“Angka satu juta bph itu kan juga belum didasarkan atas suatu hasil kajian teknis yang matang,” kata Pri Agung kepada Dunia Energi, Selasa (2/6).

Menurut Pri Agung, target 1 juta bph yang selalu didengungkan pemerintah hingga kini tidak memiliki road map yang jelas sehingga lebih merupakan keinginan belum bisa disebut sebagai target. Sementara PSN, mestinya kan sudah berupa project yang sudah jauh lebih spesifik, jelas, terperinci, dan terukur.

“Jadi, cenderung masih lebih ke arah keinginan saja. Untuk disebut sebagai target juga belum bisa menurut saya karena rincian prgram dan step-step nya didalamnya yang spesifik dan terukur juga belum ada,” ujarnya.

Pemerintah sendiri beberapa kali menyatakan beberapa langkah yang disiapkan untuk menuju produksi satu juta bph adalah dengan mengoptimalkan lapangan migas yang telah berproduksi dengan Enhance Oil Recovery (EOR). Penemuan cadangan baru serta menggenjot lapangan serta sumur migas tua.

Tapi menurut Pri Agung apa yang terjadi di lapangan masih belum jelas tahapan serta implementasi rencana seperti apa yang harus dilakukan. Pemerintah juga belum mengungkapkan ke publik mengenai proses untuk mencapai produksi 1 juta bph.

“Sepanjang yang saya tahu belum ada (kejelasan tahapan) dari eksplorasi-eksploitasi lapangan mana saja, proyek EOR atau proyek development apa saja, berapa masing nilai investasinya, siapa yang akan melakukan, bagaimana tahapan tata waktunya, saya belum pernah melihat terus terang,” ungkap dia.

Menurut Pri Agung, tantangan untuk mencapai produksi satu juta bph semakin bertambah berat dengan kondisi ekonomi baik global maupun nasional pada tahun 2020 yang juga makin tertekan dengan adanya pandemi Covid-19.

Pri Agung menuturkan 2020 adalah tahun survival, baik karena pandemi covid maupun karema tren harga (minyak) “new normal” yang rendah. Jadi fokusnya lebih pada bagaimana aktivitas di industri hulu migas dan industri penunjangnya, tetap dapat bertahan dan berjalan dengan baik. Dapat tetap beroperasi dengan normal, tidak ada penutupan sumur atau lapangan, tidak ada lay off tenaga kerja dan lain sebagainya.

“Bisa mencapai keadaan seperti itu saja sudah bagus. Tidak usah terlalu jauh menjangkau pemikiran satu juta barel tahun 2030 dulu. Itu butuh kondisi yang kondusif yang tidak seperti 2020 ini. Selain butuh kerja keras dan perlu banyak terobosan tentunya,” kata Pri Agung.(RI)