JAKARTA – Japan Automobile Manufactures Association,Inc (JAMA) dan juga Japan Contruction Machinery and Construction Association (JCMA) mendukung upaya pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian yang mengeluarkan kebijakan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk pelumas otomotif. Kebijakan tersebut sejalan dengan teknologi mesin yang mengalami perkembangan sangat pesat.
Hal tersebut disampaikan Yamamori, salah seorang delegasi JAMA dalam Engine Oil Seminar 2019, yang diselenggarakan atas kerja sama PT Pertamina Lubricants dan JAMA di Jakarta, Senin (11/03).
Menurut Yamamori, teknologi mesin mengalami perkembangan yang sangat pesat. Ada tiga aktor pendorong utama perkembangan teknologi mesin tersebut yakni penghematan bahan bakar, pengurangan emisi gas buang dan peningkatan engine atau equipment durability. Untuk mencapai faktor pendorong tersebut harus disokong pemanfaatan pelumas yang tepat.
“Kebijakan pemerintah Indonesia (Wajib SNI Pelumas) sejalan dengan perkembangan teknologi mesin yang terus mengalami perubahan setiap waktu. Kami tentu saja sangat mendiukung hal ini,” ungkap dia.
Teknologi mesin akan berjalan sesuai yang diinginkan, jika menggunakan pelumas yang baik, produk yang sesuai dan kompatible dengan mesin yang disiapkan. Jika tidak, maka harapan untuk bisa mendapatkan mesin yang mampu menghemat penggunaan bahan bakar atau mengurangi emisi gas buang tidak bisa diharapkan. Teknologi mesin, harus sejalan dengan penggunaan pelumas yang berkualitas. Standar yang dikeluarkan merupakan upaya menjaga kesesuaian tersebut.
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian, pada 10 September 2018, telah menerbitkan kebijakan wajib SNI pelumas. Beleid tersebut mulai diberlakukan satu tahun setelah disahkan. Artinya mulai 10 September 2019, semua pelumas otomotif sudah harus bersertifikat SNI.
Taufik Bawazier, Direktur Industri Kimia Hilir Kementerian Perindustrian, mengatakan salah satu alasan mengapa kebijakan SNI pelumas lahir karena banyaknya pelumas palsu yang beredar di masyarakat. Lebih dari 15% pelumas yang beredar merupakan pelumas palsu, oplosan dan sebagainya. Praktek yang sudah berlangsung lama itu merugikan negara juga merugikan produsen pelumas dan juga masyarakat selaku pengguna.
“Kami ingin menciptakan bisnis yang fair di industri pelumasan,” tegasnya.
Sejak diundangkan pada September 2018 lalu sudah banyak produsen atau distributor pelumas yang mengajukan SNI pelumas. Diharapkan, pada saat penerapannya, September 2019, tidak ada lagi beredar pelumas tanpa logo SNI. Kalau sampai masih terjadi, maka bisa masuk ke ranah pidana. Karena dalam kebijakan tersebut, juga sudah diatur bagi mereka yang masih belum menggunakan SNI untuk pelumas.
“Jadi untuk semua pelumas, baik dalam negeri ataupun pelumas impor, kalau mau beredar di Indonesia, wajib menggunakan standar SNI yang sduah ditetapkan,” kata Taufik.
Pemerintah, lanjutnya, termasuk sangat toleran dengan memberikan waktu selama 1 tahun sejak regulasi tersebut diundangkan. Hal ini dimaksudkan agar para produsen atau distributor bisa mempersiapkan diri, sebelum kebijakan tersebut benar benar dilaksanakan. Waktu untuk pengurusan SNI tidak lama, paling lama membutuhkan waktu 6 minggu.
Terkait protes yang diajukan beberapa produsen dan distributor pelumas di tanah air terkait mandatori SNI pelumas tersebut dengan alasan secara prinsip regulasi SNI tidak berbeda dengan NPT (Nomor Pelumas Terdaftar) yang juga tetap berlaku sampai saat ini, Taufik mengatakan NPT berlaku sebelum kebijakan wajib SNI ada.
“Setelah regulasi wajib SNI ada, maka NPT tidak ada dan semua produsen dan distributor wajib mengikuti regulasi tersebut,” tandas Taufik.(AP)




Komentar Terbaru