JAKARTA – Energi panas bumi dinyatakan merupakan aset nasional yang harus dioptimalkan yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Panas bumi memiliki potensi besar, yang dianggap bersahabat dengan lingkungan hidup atau relatif tidak mengeluarkan emisi gas rumah kaca (GRK).

“Sangat merugi apabila bangsa ini tidak memanfaatkan sumber daya energi yang dimiliki ini dengan optimal,” ungkap Luluk Sumiarso, Mantan Dirjen LPE/Migas/EBTKE dan Sekjen Kementerian ESDM, dalam Forum Group Discussion (FGD) baru-baru ini.

Herman Darnell Ibrahim, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), mengatakan hingga saat ini harga listrik Energi Terbarukan (ET) masih jadi kendala dalam pengembangan ET termasuk panas bumi. Namun demikian, pemerintah tetap berkomitmen mendorong pengembangan ET menuju kemandirian dan ketahanan energi nasional.

Ada banyak upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah baik langsung maupun tidak langsung melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk perbaikan harga jual listrik ET termasuk panas bumi dengan upaya menurunkan risiko
eksplorasi dan eksploitasi oleh pemerintah.

“Ini suatu langkah maju, namun kemampuan pemerintah untuk pendanaan drilling eksplorasi ini perlu terus digali dengan melibatkan pendanaan teknologi Hijau dan atau pendanaan multilateral bank,” ujar Herman.

Terobosan untuk mengurangi risiko eksplorasi dan eksploitasi dan lainnya melalui pemanfaatan dana-dana energi bersih termasuk pendanaan perubahan iklim dinilai sangat optimal dibandingkan menggunakan Penanaman Modal dalam Negri (PMN) atau dana APBN.

Pembentukan Holding Geothermal dapat dapat diperluas menjadi BUMN khusus ET yang merupakan langkah strategis nasional dalam rangka menuju kemandirian energi nasional tetapi perlu dilakukan dengan hati-hati dan jangan sampai aset nasional tersandera oleh pihak keuangan swasta seperti kejadian di tahun 1996-1998.

“IPO PGE yang saat ini akan dilakukan itu perlu analisa yang berhati-hati. Perlu
diukur semua kemungkinan dari plus dan minusnya,” ujar Heri Setiawan, Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara- DJPPR.

Menurut Herman, BUMN Holding Geothermal dimaksudkan untuk mensinergikan antara PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero).

“Apabila PT Geo Dipa Energi (GDE) yang sudah menjadi BUMN Geothermal lalu dijadikan sebagai Holding Geothermal, maka sangat patut dipertimbangkan oleh pemerintah (sebagai penengah). Dan kita tidak kehilangan momentum dalam transisi energi melalui optimalisasi BUMN Holding yg saat ini sedang dilakukan oleh Meneg BUMN,” ujar Herman.

Pembentukan BUMN ET dan BUMN Holding dinyatakan merupakan amanat dari Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
UUD 1945 Pasal 33 sudah menjadi pegangan filosofis atas penguasaan dan kontrol dari pemerintah terhadap sumber daya alam.

Luluk Sumiyarso menekankan bahwa isu ini sangat krusial dengan banyaknya preseden pengajuan Yudicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK) atas rencana pemerintah di sektor yang melibatkan penguasaan negara atas bumi, air dan kekayaan alam.

“Oleh karena itu, sudah terbentuk suatu konsepsi penguasaan negara yang meniscayakan adanya peranan aktif dari BUMN sebagai kepanjangan pemerintah,” katanya.(RA)