JAKARTA – Porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional hingga semester I  2020 masih jauh dari target 23% yang dicanangkan bisa tercapai pada 2025. Dalam catatan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) porsi EBT hingga Juni 2020 baru mencapai 9,15%.

FX Sutijastoto, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, menuturkan porsi energi terbarukan mencakup pembangkit listrik dan bahan bakar yang digunakan untuk transportasi. Untuk sektor kelistrikan saat ini kapasitas terpasang pembangkit EBT mencapai 10,4 ribu megawatt (MW) dengan produksi listriknya 15.805,59 gigawatt hour (GWh) atau setara porsi 14,21% dari bauran energi listrik nasional.

Untuk mengejar target yang telah dipatok  Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), tambahan kapasitas pembangkit listrik EBT akan digenjot hingga sekitar 5.000 MW.

“Kalau bauran energi primer (termasuk non pembangkit listrik) energi terbarukan baru 9,15%. Ini ada gap yang tinggi,” kata Sutijastoto dalam konferensi pers virtual, Selasa (28/7).

Dalam data Kementerian ESDM, hingga Juni 2020, kapasitas pembangkit listrik EBT hanya naik tipis 100 MW dari 10,3 ribu MW pada akhir 2019 menjadi 10,4 ribu MW pada akhir Juni 2020, yang terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)/PLTMH naik dari 5.976 MW menjadi 6.077 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dari 145,8 MW menjadi 146,6 MW.

Kemudian ada pembangkit listrik bioenergi dari 1.874,2 MW menjadi 1.890 MW. Kemudian untuk pembangkit  yang tidak alami penambahan kapasitas antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) 2.130,7 MW, pembangkit listrik berbasis sampah atau Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) 15,7 MW, PLTB 154,3 MW, dan pembangkit listrik hybrid 3,6 MW.

Sutijastoto menambahkan tren penambahan kapasitas pembangkit listrik berbasis EBT sudah berlangsung dala beberapa tahun. Rata-rata pertumbuhan pembangkit EBT per tahun hanya 500 MW. Jika tidak ada upaya apapun, maka total penambahan pembangkit listrik energi hijau dalam lima tahun mendatang hanya 2.500 MW atau menjadi 12.800 MW di 2024. Proyeksi tersebut sangat jauh dibandingkan dengan target Kebijakan Energi Nasional (KEN).

“Untuk bisa mencapai 23%, kapasitas pembangkit listrik di 2024 itu harus sekitar 20 ribu MW,” kata dia.

Untuk pemanfaatan bahan bakar EBT atau dalam bentuk biofuel pada tahun semester I tahun ini baru sebesar 4,23 juta kiloliter (KL) atau 44,22% dari alokasi yang ditetapkan pemerintah sebesar 9,6 juta KL.

Sutijastoto mengatakan penyaluran biodiesel 30% (B30) sempat terdampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan melemahnya kebutuhan bahan bakar minyak (BBM). Dengan mulai dibukanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan ekonomi mulai membaik, pihaknya berharap penyaluran B30 mulai membaik.

“Volume  agak turun sedikit dari 9,6 juta KL menjadi 8,3 juta KL dengan pertimbangan kebutuhan BBM yang turun. Tetapi alokasi tetap 9,6 juta KL in case ada recovery,” kata Sutijastoto.(RI)