JAKARTA – Pemerintah Indonesia akhirnya memberikan persetujuan rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) Blok Masela dengan ditandatanganinya revisi PoD oleh Ignasius Jonan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), menyatakan setelah PoD disetujui, Jonan akan segera menyampaikan kabar gembira ini kepada Presiden Joko Widodo. Sementara bagi Inpex berarti menanti pekerjaan baru yang harus diselesaikan yakni mencapai keputusan akhir investasi atau Final Invesment Decision (FID).

“Berarti selanjutnya FID ya, mereka akan langsung proses itu ya, kalau tidak salah di-schedulenya setahun lagi ya,” kata Dwi di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (12/7).

Jika tahun depan FID bisa diputuskan, maka pembangunan berbagai fasilitas bisa diselesaikan dan langsung menyemburkan gas pada tahun 2027.

Dwi menyatakan, rekomendasi SKK Migas kepada menteri Jonan tidak ada yang berubah ini berarti beberapa poin dalam PoD yang diserahkan Inpex juga disetujui oleh menteri terkait estimasi biaya dan keekonomian proyek termasuk beberapa insentif.

Selain itu Inpex juga mendapatkan waktu tujuh tahun tambahan kontrak ditambah dengan perpanjangan 20 tahun maka total kontrak Inpex di Masela akan berakhir pada 2055.

Blok Masela memiliki sejarah panjang karena menjadi polemik dalam hampir dua dekade terakhir. Inpex menandatangani kontrak pertama blok di laut Arafuru ini pada tahun 1998 dan memenukan cadangan ghas sebesar 6,97 TCF. Tahun 2008 PoD pertama pun diserahkan dan disetujui oleh pemerintah pada tahun 2010 dengan mekanisme pengembangan offshore atau dikembangkan melalui proses yang dilakukan di fasilitas pengolahan gas di laut dengan kapasitas 2,5 MTPA per tahun.

Namun demikian ternyata Inpex mengajukan penambahan produksi lantara ditemukannya cadangan baru. Perusahaan asal negeri Sakura kemudian mengajukan revisi PoD dengan adanya peningkatan kapasitas produksi menjadi 7,5 MTPA per tahun. Seiring waktu berjalan Presiden Joko Widodo pun meminta adanya perubahan mekanisme pengolahan gas dari offshore menjadi onshore atau di darat pada tahun 2016. Ini artinya Inpex diminta untuk membangun seluruh fasilitas produksi di darat, tidak lagi sesuai dengan rencana Inpex di laut.

Biaya pengambanga blok Masela sendiri paling sedikit akan menghabiskan dana sedikitnya US$ 18 miliar atau paling besar sekitar US$ 20 miliar. Belum ada angka pasti memang karena setelah PoD ini baru akan dilakukan pembahasan mendalam terkait seluruh biaya sebelum penandantanganan FID.

Namun dalam insentif yang diberikan pemerintah, SKK Migas memberikan kelonggaran karena menurut dokumen rekomendasi SKK Migas kepada Jonan yang diterima Dunia Energi, ada mekanisme penyesuaian insentif terhadap bagi hasil dengan menggunakan besaran batas atas dan batas bawah dari biaya investasi untuk pengembangan, yaitu US$ 19,858 miliar (batas atas) dan US$ 18,555 miliar (batas bawah).

Dalam hal biaya pengembangan kurang dari US$ 18,555 miliar maka penyesuaian insentif akan dilakukan dengan biaya pengembangan sebesar US$ 18,555 miliar. Fasilitas perpajakan tidak langsung tetap berlaku, bagi hasil bagian kontraktor setelah pajak atas migas disesuaikan menjadi 41,20%, investment credit tetap 80% dan IRR sebesar 15,10%.

Lalu apabila biaya pengembangan lebih dari US$ 19,858 miliar maka penyesuaian insentif akan akan dilakukan dengan biaya pengemabbgan sebesar US$ 19,858 miliar dimana fasilitas pajak tidak langsung tetap berlaku, bagi hasil kontraktor setelah pajak atas migas tetap 50,00%, investmen credit tetap 80%, IRR 15,15%

Kemudian jika biaya pengembangan kurang dari US$ 19,858 miliar akan tetapi lebih dari US$ 18,555 miliar maka penyesuaian insentif akan, IRR dengan biaya pengembangan aktual sehingga didapatkan IRR antara 15,10% dan 15,15%. Bagi hasil kontraktor setelah pajak atas migas akan disesuaikan dengan biaya pengembangan aktual dan IRR yang telah disesuaikan sedangkan fasilitas pajak tidak langsung dan investment credit akan tetap 80%. (RI)