KARAWANG – PT PLN (Persero) membuka peluang bagi PT Perusahaan Gas Negara Tbk memanfaatkan kelebihan pasokan gas yang bisa diolah di Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Jawa-1 untuk bisa dipasarkan.

Supangkat Iwan Santoso, Direktur Pengadaan Strategis PLN, mengatakan FSRU Jawa-1 sengaja dibangun agar terintegrasi dengan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa-1. Namun, masih ada tersisa alokasi gas, karena pembangkit listrik tidak menyerap semua gas yang bisa diolah di FSRU.

“Gas kebutuhannya sendiri 16 kargo pertahun atau setara 160 BBTUD karena pembangkit ini follower jadi kira-kira bebannya 60%,” kata Supangkat dalam konferensi pers setelah peresmian peletakan batu pertama konstruksi PLTGU Jawa-1 di Karawang, Jawa Barat, Rabu (19/12).

Karena hanya diaktifkan 60% dari total kemampuan pembangkit yang sebesar 1.760 megawatt (MW), berarti akan ada kelebihan gas. PLN sebagai pemilik kontrak gas nantinya bisa memasarkan kelebihan pasokan tersebut untuk memenuhi kebutuhan lainnya.

“Kemudian dari kapasitas FSRU memang lebih. Ini suatu kelebihannya. Toll fee kompetitif, dan apabila utilisasi bisa lebih tinggi lagi pasarnya terserah, kalau PGN butuh, mungkin Pertamina juga,” tutur Supangkat.

FSRU Jawa-1 memiliki kapasitas pengolahan 400 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Sebagian besar dari kebutuhan tersebut akan dipasok dariĀ  Tangguh.

BP akan memasok gas dari Tangguh ke PLTGU Jawa-1 selama 20 tahun dengan kapasitas 16 kargo per tahun dengan harga ditetapkan 11,2% dari ICP + US$ 0,4 / MMBTU.

Samsung Heavy Industries telah ditunjuk untuk pelaksana pembangunan FSRU. Sementara untuk pengelolaannya nanti akan dilakukan oleh PT Jawa Satu Regas (JSR) sebagai bagian dari pemimpin konsorsium bersama dengan PT Jawa Satu Power dalam pembangunan proyek PLTGU dan FSRU terintegrasi bersama dengan Merubeni Corporation dan Sojitz Corporation yang dibentuk oleh PT Pertamina Power Indonesia (PPI) sebagai pemimpin holding proyek ini.

Ginanjar, Direktur Utama Pertamina Power, mengatakan kelebihan pasokan gas dari hasil pengolahan gas FSRU sepenuhnya menjadi keputusan PLN.

Pertamina Power sebenarnya bisa mengoperasikan pembangkit hingga 92% dari kemampuan pembangkit, tapi dalam kontrak dengan PLN
hanya operasikan 60% dari kemampuan pembangkit listrik.

“Kalau kelebihan pasokan, itu corenya (keputusan) ada di PLN. Yang dibayar PLN itu 60%, pakai tidak pakai itu tetap dibayar (take or pay),” tandas Ginanjar.(RI)