JAKARTA – PT PLN (Persero) berencana mematikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dioperasikannya. Tidak dalam waktu dekat, melainkan sekitar hampir 30 tahun dari sekarang atau pada 2050.

Darmawan Prasodjo, Wakil Direktur Utama PLN, mengungkapan proses transisi pengggunaan pembangkit listrik dari fossil fuel ke Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba melainkan harus secara halus (smooth).

Indonesia kata dia memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara lainnya. Darmawan mencontohkan transisi energi yang terjadi di Amerika Serikat dan Korea Selatan begitu cepat. Lantaran tersedia bahan baku di negara mereka dalam jumlah yang sangat besar serta kesiapan infrastrukturnya. Ini membuat harga listriknya juga lebih rendah dibanding PLTU.

“Transisi energi di Korea Selatan setop PLTU pada 2012-2013. Di Amerika Serikat PLTU batu bara di shut down ganti dengan gas harganya US$2,3 dolar per MMBTU karena lebih murah dari batu bara, Korea Selatan – AS unik transisi tergantung kekuatan energi di masing-masing,” kata Darmawan dalam diskusi virtual yang disiarkan di CNBC TV Indonesia, Senin (26/4).

Menurut Darmawan, transisi secara smooth diperlukan di Indonesia lantaran adanya keterbatasan dari sisi infrastruktur serta ketersediaan energi. Selain itu, Darmawan menuturkan over supply listrik terjadi tapi hanya di beberapa daerah misalnya di Jawa.

“Tapi defisit di daerah terpencil. Kalau bicara BBM kami terutama, perhatikan bagaimana transisi energi berjalan smooth perhatikan pasokan dan demand,” ungkap dia.

PLN saat ini tengah mempersiapkan transisi tersebut dengan mulai menggenjot pembangunan berbagai pembangkit listrik berbasis EBT, ataupun dengan menggunakan bahan bakar alternatif seperti biomassa sebagai pengganti batu bara untuk PLTU. Sambil menunggu kesiapan berbagai pembangkit itu maka penggunaan batu bara masih diandalkan. Kalaupun ada pembangkit berbahan batu bara yang baru akan menggunakan teknologi ultracritical yang lebih ramah terhadap lingkungan sampai pada akhirnya nanti akan dihentikan pada 2050.

“Kami PLN siap ada PLTA dan lain-lain. Dan kami cofiring agar tansisi smooth, jadi regulasi RUU EBT semua fossil fuel dikurangi. Kami kan pembangunan PLTU baru ultracrictical daripada subcritical dan mulai dipensiunkan pada 2050,” ujar Darmawan.

Dia juga mengingatkan untuk bisa sampai kepada transisi energi yang berjalan optimal dan mencapai target yang diinginkan modalnya tidak juga sedikit. Untuk itu perlu kerja sama yang erat diseluruh lini stakeholder, baik pemerintah untuk urusan regulasi maupun badan usaha.

“Agar transisi itu juga disebut juga pak Dadan (Dirjen EBTKE), bu Nicke (Dirut Pertamina) transisi gradual investasi sudah banyak, lalu ada RUU EBT, itu transisi yang smooth,” kata Darmawan.(RI)