JAKARTA – PT PLN (Persero) bersama dua anak usahanya, PT Indonesia Power dan PT Pembangkit Jawa Bali (PJB), terus memaksimalkan perannya dalam perdagangan karbon sebagai salah satu upaya menurunkan emisi. Tiga perwakilan perusahaan listrik ini mengikuti program capacity building di tiga negara Eropa, yaitu Belanda, Jerman, dan Belgia.

Yusuf Didi Setiarto, Direktur Manajemen Sumber Daya Manusia PLN, mengatakan peningkatan kapasitas SDM ini sangat penting mengingat PLN dan anak perusahaannya punya peran penting dalam pengurangan emisi di Indonesia dan perdagangan karbon.

“Peningkatan kapasitas akan membantu kami mempercepat dan mengefektifkan perdagangan karbon,” kata Didi, Rabu (30/3).

Belanda jadi negara pertama yang disambangi PLN untuk mempelajari mekanisme perdangan karbon.
Didi juga mengatakan tahun lalu PLN telah menggelar uji coba emissions trading system atau ETS dengan melibatkan 26 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Uji coba ini merupakan yang pertama kalinya di Indonesia.

“Uji coba yang sukses ini menjadi milestone pemerintah Indonesia dalam penerapan aturan pajak karbon dan perdagangan karbon di bulan April,” ujar Didi.

Didi menyatakan PLN telah menyusun langkah taktis, mulai dari perumusan strategi, penguatan kemampuan sumber daya manusia, serta rencana aksi perusahaan untuk memastikan perdagangan karbon berjalan maksimal.

“Kami juga memperkuat sistem internal untuk mengukur dan memverifikasi perdagangan emisi sehingga bisa berkontribusi riil dalam pengurangan emisi,” jelas Didi.

Ia optimistis PLN bisa menjadi motor penggerak sekaligus leading sector dalam perdagangan emisi karbon di Indonesia.

“Visi kami adalah memimpin transisi energi Indonesia sambil mempertahankan pertumbuhan jangka panjang,” ujar Didi.

Melalui program ini, diharapkan PLN dapat mengimplementasikan nilai ekonomi karbon untuk mendukung target penurunan emisi pada 2030 serta net zero emission pada 2060.

Otoritas Emisi Belanda juga menyampaikan tentang strategi Fit For 55 atau yang dikenal sebagai strategi penurunan 55 persen emisi Belanda pada tahun 2030. Strategi ini dijalankan sesuai dengan komitmen negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Melalui Perpres ini, Indonesia memposisikan diri sebagai penggerak pertama (first mover) penanggulangan perubahan iklim berbasis pasar di tingkat global menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. (RI)