JAKARTA – PT PLN (Persero) kembali menerbitkan surat utang atau Global Bond US$1,5 miliar. Hasil penerbitan surat utang akan melengkapi dana internal dan PMN yang tersedia untuk 2019, sehingga dapat mendukung percepatan penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan sebagai bagian dari usaha pencapaian target pemerintah. Pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi menuju 100% pada 2020 serta pembangunan kawasan terdepan, terluar dan tertinggal (3T).

Global bond ditentukan harganya pada 30 Oktober 2019 dalam tiga tranche yaitu US$ 500 juta dengan tenor 10 tahun 3 bulan, US$ 500 juta dengan tenor 30 tahun 3 bulan, dan € 500 juta dengan tenor 12 tahun, serta tingkat bunga (coupon) masing-masing 3.375%, 4,375%, dan 1,875%.

Sarwono Sudarto, Direktur Keuangan PLN,  mengatakan pemilihan tenor yang berjangka panjang dan berbeda dalam waktu jatuh tempo merupakan salah satu strategi perusahaan dalam menata likuiditas dan maturity profile serta agar matching dengan tipikal investasi sektor listrik yang berjangka panjang.

“Ditengah kondisi pasar yang kondusif, PLN tidak hanya berhasil mendapatkan pendanaan dengan tenor yang panjang sehingga meringankan beban likuiditas, namun juga berhasil memperluas basis investor di Pasar Eropa dengan Global Bond bermata uang Euro dengan tenor 12 tahun” kata Sarwono dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (5/11).

PLN mengklaim sebagai BUMN pertama yang mampu mengakses pasar Euro dengan tenor 12 tahun. Global Bond ini juga berhasil memperoleh kupon dan beban pinjaman yang sangat kompetitif, dan merupakan yang paling rendah dalam perjalanan  bisnis PLN sampai saat ini.

Menurut Sarwono, hal ini akan memberikan kontribusi terhadap usaha PLN untuk menjaga biaya pokok penyediaan listrik tetap terkendali serta memperbaiki profile portofolio pendanaan PLN dengan menambah pendanaan dengan tenor panjang sehingga menurunkan risiko likuiditas. Penyelesaian transaksi dilaksanakn pada 5 November 2019 dan debt securities tersebut akan dicatatkan pada Singapore Stock Exchange.

Sebelumnya Sarwono pernah mengatakan bahwa PLN setiap tahun membutuhkan Rp80 triliun-Rp90 triliun untuk membiayai proyek infrastruktur kelistrikan. Sementara kemampuan keuangan PLN untuk membiayai proyek hanya mencapai 40%, sisanya akan berasal dari utang. “Saya katakan investasi kami setiap tahun antara Rp 80 triliun-Rp 90 triliun. Sekarang baru 40%, sisanya nanti cukup banyak utang juga,” katanya.

Dalam data perusahaan terungkap kebutuhan investasi sejak 2015 mencapai Rp 334,7 triliun. Pinjaman hingga maret 2019 untuk biayai investasi tersebut mencapai Rp 160,7 triliun. tahun lalu saja PLN berhutang sebesar 70,3 triliun. Jumlah ini paling besar dibandingkan hutang pada tahun-tahun sebelumnya yang tidak lebih dari Rp 50 triliun.

Penerbitan global bond oleh PLN sudah dilakukan beberapa kali pada tahun ini. Pada September lalu PLN juga sudah menerbitkan obligasi Samurai melalui penawaran umum kepada para investor di Jepang dan berhasil mendapatkan dana segar sebesar JP¥23,2 miliar. Obligasi diterbitkan dalam tiga tranche yang terdiri dari masing-masing tenor tiga tahun, lima tahun, dan 10 tahun dengan kupon tetap.

Kemudian pada Juli lalu perusahaan listrik milik pemerintah tersebut menertbitkan global bond mencapai US$ 1,4 miliar. Global bond yang diterbitkan saat itu diklaim memiliki tingkat bunga terendah sepanjang sejarah penerbitan obligasi dalam dolar Amerika Serikat, baik oleh PLN maupun dari BUMN manapun di Indonesia untuk tenor 10 dan 30 tahun dengan dual-trance US$ Global Bond masing-masing sebesar US$700 juta diterbitkan dengan tingkat bunga 3,875% untuk tenor 10 tahun dan 4,875% untuk tenor 30 tahun.

Pada awal tahun juga PLN mendapatkan pinjaman kredit sindikasi mencapai Rp16,75 triliun, yang terdiri dari skema konvensional sebesar Rp13,25 triliun dan skema syariah sebesar Rp3,5 triliun dengan jangka waktu 10 tahun. Dalam pelaksanaan perjanjian pendanaan investasi tersebut, PLN tidak hanya menggunakan skema konvensional melainkan juga skema syariah (pembiayaan musyarakah). Sindikasi perbankan kali ini terdiri dari Bank BRI, Mandiri, BCA, CIMB Niaga, SMI, BNI Syariah dan BCA Syariah. Dana tersebut digunakan untuk modal membangun gardu induk dan transmisi dalam rangka mendukung program 35 Gigawatt.(RI)