JAKARTA – Sektor industri menjadi penyumbang terbesar untuk pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap dengan kapasitas sebesar 7,757 MWp dari 16 pelanggan. Diikuti sektor rumah tangga dengan kapasitas sebesar 5,151 MWp dari jumlah pelanggan sebanyak 2.151 dan sektor bisnis dengan kapasitas sebesar 1,910 MWp dengan jumlah pelanggan sebanyak 190. Tiga urutan terakhir penyumbang kapasitas PLTS Atap adalah sektor sosial, pemerintah, dan layanan khusus.

Harris, Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, mengapresiasi atas pemanfaatan sistem PLTS Atap yang dilakukan dua perusahaan swasta dan telah diresmikan dalam waktu dua bulan terakhir.

“Hal ini menjadi salah satu bukti semakin meningkatnya kesadaran pelaku industri akan pentingnya penggunaan energi yang ramah lingkungan dalam operasional perusahaan,” ungkap Haris, kepada Dunia Energi, Kamis (19/11).

Pada akhir September 2020, PT Coca Cola Amatil Indonesia meresmikan pemasangan PLTS Atap di pabrikannya yang berada di Cikarang, Jawa Barat dengan kapasitas 7,2 megawatt peak (MWp). Ini merupakan PLTS Atap terbesar di Asia Tenggara. Selanjutnya pada awal Oktober 2020, PT Tirta Investama (Danone-AQUA) meresmikan PLTS Atap berkapasitas 2.919 kilowatt peak (KWp) di pabrik Aqua yang berada di Klaten, Jawa Tengah.

Harris mengatakan meningkatnya permintaan pemanfaatan energi surya dalam negeri akan mendorong perkembangan industri PLTS nasional.

“Ini merupakan tren global yang saat ini tengah berjalan, dimana semakin lama semakin cepat pertumbuhannya sehingga Indonesia tidak boleh tertinggal dan dapat memperoleh manfaat semaksimal mungkin,” kata Harris.

Pengembangan PLTS Atap sudah diinisiasi sejak sepuluh tahun yang lalu, namun saat itu kebijakan belum memberikan respon yang baik sehingga belum dapat berkembang. PT PLN (Persero) pun menginisiasi pemanfaatan PLTS Atap dan mampu menarik 600 pelanggan untuk memasang panel surya di rumah. Pasca penetapan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2018 terkait PLTS Atap, perkembangan PLTS Atap dinilai semakin baik.

PLTS Atap adalah proses pembangkitan tenaga listrik yang menggunakan modul fotovoltaik yang diletakkan di atap, dinding atau bangunan lain dari bangunan milik pelanggan PLN. Sistem PLTS Atap meliputi panel surya, inverter, sambungan listrik pelanggan, sistem pengaman, dan meter kWh Ekspor-Impor dengan kapasitas 100% daya tersambung konsumen (Watt). Pelaksanaan sistem pemanfaatan PLTS Atap diatur dalam Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018 jo. Permen ESDM Nomor 13 Tahun 2019 jo. Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2019.

Harris berharap PT PLN (Persero) dapat mengakomodir dan memberikan kemudahan fasilitasi pengajuan pelanggan PLTS Atap dari pelaku perusahaan swasta untuk mendorong pemanfaatan sistem PLTS Atap sektor industri.

“PLN juga bisa mendukung secara penuh tren ini untuk bisa mengakomodir dan memberikan kemudahan fasilitasi ketika ada pengajuan dari pelanggan khususnya sektor industri, lebih khusus lagi dengan masalah meterannya sehingga implementasi dari PLTS rooftop ini jadi lebih mudah,” tandas Harris.(RA)

Ketentuan terkait pembangunan dan pemasangan PLTS Atap adalah sebagai berikut:

• Konsumen PT. PLN mengajukan permohonan pembangunan dan pemasangan PLTS Atap kepada GM Unit Induk Wilayah/Distribusi PT PLN

• Konsumen PT. PLN daya terpasang >500 kVA wajib memiliki izin operasi

• Pembangunan dan pemasangan Sistem PLTS Atap wajib dilakukan oleh:

– Badan Usaha pembangunan dan pemasangan Sistem PLTS Atap; atau

– Lembaga milik Pemerintah/Pemda yang melakukan usaha jasa pembangunan/pemasangan PLT EBT

• Pelanggan PLTS Atap adalah pelanggan Paskabayar termasuk sektor industri

• Instalasi Sistem PLTS Atap wajib memiliki SLO (>500 kVA) sesuai dengan ketentuan yang berlaku