JAKARTA – Pemerintah meminta PT PLN (Persero) terus melakukan efisiensi penyediaan listrik di tengah peningkatan biaya pokok penyediaan (BPP) yang terus naik dari tahun ke tahun. Apalagi besaran BPP juga menjadi komponen penetapan anggaran subsidi listrik.

Munir Ahmad, Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan efisiensi penyediaan listrik merupakan salah satu komponen yang digunakan untuk menghitung BPP dan subsidi listrik. Efisiensi bisa ditempuh dengan menekan angka susut jaringan (losses) dan dari sisi konsumsi bahan bakar (specific fuel consumption/SFC) di pembangkit listrik. Setiap tahun PLN ditargetkan  bisa mencapai target SFC dan susut jaringan yang sudah ditetapkan.

“Besaran target SFC tenaga listrik tahun ini harus lebih baik dibanding target maupun realisasi 2020. Untuk susut jaringan tenaga listrik, 9,01% adalah batas atasnya,” kata Munir dalam diskusi virtual efisiensi penyediaan listrik, Selasa (23/2).

BPP listrik terus naik dari 2015 yang hanya mencapai Rp 250,32 triliun. Setelah itu, BPP merangkak naik menjadi Rp262,46 triliun di 2016, Rp 278,06 triliun di 2017, menembus Rp 319,74 triliun di 2018, dan mencapai Rp322,62 triliun pada 2019.

Pada 2020, BPP sebesar Rp 317,12 triliun atau turun dari Rp359,03 triliun dalam APBN 2020. Turunnya BPP tahun lalu menyusul terkoreksinya harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) dan harga gas untuk pembangkit listrik.

Pada APBN 2021, BPP ditetapkan Rp355,58 triliun atau rata-rata sebesar Rp1.334,4 per kilowatt hour (kWh) dengan alokasi subsidi dipatok sebesar Rp53,59 triliun.

Menurut Munir, besaran biaya pembangkitan dan bahan bakar memiliki komposisi sebesar 72% dalam BPP tahun ini. Untuk biaya jaringan 11% dan biaya operasi lainnya 17%.

“Untuk biaya pembangkitan dan bahan bakar ini mencapai Rp257,04 triliun, susut jaringan Rp39,11 triliun, dan operasi lainnya Rp60,45 triliun,” ungkap Munir.

Kementerian ESDM telah meminta PLN untuk menekan susut jaringan dari 9,55% di 2018 menjadi 9,35% di 2019, dan hanya 8,39% pada kuartal III 2020. “Penurunan susut jaringan tenaga listrik sebesar 1% akan berpengaruh terhadap BPP Rp3,9 triliun,” kata dia.

Ida Nuryatin Finahari, Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, mengatakan efisiensi penyediaan listrik jelas akan menurunkan BPP sehingga bisa menghasilkan tarif yang lebih kompetitif dan terpangkasnya subsidi listrik.

Selain itu, dengan semakin efisiennya PLN dalam penyediaan tenaga listrik maka PLN juga akan diuntungkan dengan semakin besarnya marjin keuntungan yang diterima.

“Dalam perhitungan BPP ada ketentuan margin. Kalau target efisiensi tidak tercapai, maka margin PLN akan kurang juga. Tetapi kalau efisiensi dilampaui maka margin yang ditetapkan bisa didapat oleh PLN,” kata Ida.(RI)