JAKARTA – PT PLN (Persero) menyatakan dampak corona atau Covid-19 berdampak langsung penurunan pendapatan perusahaan. Ini dipicu oleh penurunan permintaan listrik dari para pelanggan PLN sehingga berdampak kepada penurunan penjualan PLN.

Zulkifli Zaini, Direktur Utama PLN mengungkapkan PLN memproyek penurunan permintaan atau konsumsi listrik selama pandemi corona ini sekitar 3,5 – 11,2%. Ini memicu anjloknya penjualan sehingga pendapatan usaha juga terkoreksi mencapai Rp 44 triliun.

“Terkait pendapatan usaha itu berbeda, karena pendapatan kami sebagian dari subsidi. Dari RKAP kami pendapatan usaha Rp 301 triliun turunnya 9,7 % maka jadi Rp 257 triliun,” ujar Zulkifli dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (22/4).

Zulkifli menjelaskan setiap penurunan permintaan listrik sebanyak 1% maka pendapatan PLN turun sekitar Rp 2,8 trilun. “Jadi itu rule of thumb yang ada sehingga kita lihat kalau 10% turun demandnya impact ke pendapatan PLN Rp 28 triliun,”ujarnya.

Lebih lanjut dia menuturkan dengan proyeksi saat ini dimana penjualan listrik dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) sebesar Rp 256,7 triliun serta asumsi penurunan penjualan yang diajukan ke pemegang saham sebesar 9,7% maka maka pendapatan dari penjualan menjadi Rp 221,5 trilun. “Penurunan sekitar Rp 35 trillun itu akibat penurunan pada penjualan kami,” jelas Zulkifli.

Sebagian besar pendapatan usaha PLN tersebut berasal dari sistem listrik Jawa Bali yang saat ini berkontribusi sekitar 72% terhadap pendapatan PLN. “Kapasitas nasional 66,8 GW, Sistem Jawa-Bali itu daya mamapu 37 GW, beban puncak 28 GW, jadi sistem Jawa-Bali itu 72% dari revenue PLN 72% berasal dari sistem Jawa-Bali,” kata Zulkifli.

Dia menyatakan saat ini manajemen tengah meramu beberapa opsi strategi agar penurunan pendapatan tersebut tidak berdampak sistematik terhadap operasional perusahaan. Zulkifli menuturkan tidak tertutup kemungkinan akan ada program lainnya dari PLN sehingga bisa menstimulus sektor bisnis dan industri agar tetap menyerap listrik.

“Penurunan pendapatan PLN kami sedang lakukan kajian bagaimana minimalkan akibat penurunan demand kepada operasional dari PLN dengan opsi-opsinya dalam waktu dekat kami akan kembali sampaikan opsi2 yg kami sampaikan untuk kurangi impact dari penurunan demand ini kepada hotel industri sehingga kita coba membantu teman-teman industri tersebut,” jelas Zulkifli.

Kondisi pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) turut menambah beban PLN. Zulkifli menerangkan, setiap kurs rupiah terhadap dolar AS melemah Rp 1.000, maka beban PLN bisa membengkak Rp 9 triliun terhadap kewajiban-kewajiban yang harus dibayar PLN.

“Setiap kali pelemahan kurs Rupiah ke Dolar Rp 1.000, maka biaya kami naik Rp 9 triliun. Namun situasi dinamis sekali. Kita akan lihat nanti pengaruh dari pelemahan ini, 1 sampai 3 bulan ke depan. Kita berharap sampai akhir tahun rupiah sudah menguat,” kata Zulkifli.