JAKARTA – Alih kelola Blok Rokan hanya tinggal hitungan hari. Menjaga keandalan produksi menjadi isu utama, salah satu caranya dengan menerapkan Enhanced Oil Recovery (EOR). Pri Agung Rakhmanto, pengamat migas dari Universitas Trisakti, mengatakan perlu atau tidaknya partner tentunya menjadi pertimbangan dan kalkulasi PT Pertamina (Persero) yang melalui PT Pertamina Hulu Rokan akan mulai mengelola blok di Provinsi Riau itu pada 9 Agustus 2021. Namun jika dirasa perlu oleh perusahaan maka ada beberapa kriteria yang seharusnya bisa dimiliki si calon mitra tersebut, salah satunya adalah yang kompeten dalam menerapkan EOR.

“Jika memerlukan, idealnya tentu partner yang dapat memperkuat aspek finansial, teknis, dan kompeten pengalaman di bidang EOR skala lapangan,” kata Pri Agung kepada Dunia Energi, Selasa (3/8).

Pri Agung yakin Pertamina sudah melakukan kajian yang mendalam dalam mengelola Blok Rokan, sehingga apa saja yang dibutuhkan sudah diketahui. “Ya yang menurut kajian Pertamina paling menjadi kebutuhan Pertamina sendiri apa itu saja sih sebenarnya,”ungkap doktor dari Universiteit Twente, Belanda bidang ekonomi politik dengan spesialisasi sektor energi itu.

Pri Agung juga mengingatkan Pertamina, jika bermitra dengan perusahaan nasional maupun internasional, tetap dalam proses penentuannya jika diperlukan, juga harus ada langkah due dilligence untuk bisa menilai kelayakan atau kecocokannya.

Jaffee Arizona Suardin, Direktur Utama PHR, mengatakan chemical EOR sebuah keniscayaan yang harus terjadi di Blok Rokan jika mau mempertahankan produksi atau bisa saja menaikannya. Rencana pengembangan EOR di Rokan terus dipersiapkan, bahkan saat masa transisi alih kelola masih berlangsung.

“EOR dari sisi PHR adalah kami trus melihat untuk develop ini. Oleh karena itu kami terus mengevaluasi yang dibutuhkan,” ujar Jaffee dalam diskusi virtual belum lama ini.

Menurut Jaffee, salah satu komponen utama chemical EOR adalah keberadaan chemimcal. Hingga kini Pertamina tengah berdiskusi intensif dengan SKK Migas dan kontraktor eksisting, PT Chevron Pacific Indonesia terkait pasokan chemical yang nanti akan dibutuhkan.

“Kami juga terus diskusi business to business dengan penyedia chemical tersebut. Disini juga SKK Migas banyak membantu bagaimana chemical itu bisa digunakan. Diskusinya mungkin juga antara SKK Migas dan eksisting operator yang menggunakan chemical tersebut,” ungkap Jaffee.

Jaffee mengatakan di Rokan sering terdengar chemcial EOR di Lapangan Minas, namun sebenarnya ada potensi di lapangan lain yang bisa dikembangkan. Hanya saja untuk bisa memonetisasinya diperlukan teknologi dan dana yang tidak sedikit. Selain itu juga diperlukan waktu. Sementara EOR sudah pernah dilakukan kajiannya serta implementasinya secara langsung oleh operator eksisting jadi diharapkan tidak perlu memakan waktu lama jika sudah diterapkan oleh PHR dengan mitra yang sudah kompeten di EOR.

PHR, kata Jaffe, akan kerja sama dengan banyak pihak yang mempunya teknologi, potensi yang bisa diajak kerja sama. Tidak hanya chemical, namun ada beberapa lapangan lain. “Target kami bagaimana bisa produksi dengan cepat, enggak boleh mundur, Jadi kami mencari cara selain dengan yang ahli, alternatif lain apa ada teknologi yang bsa mempercepat ini, kami siap berdiskusi (dengan calon mitra), sangat open dengan itu,” kata Jaffee.(RI)