JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan Standar Operasional Prosedur (SOP) atau petunjuk pelaksanaan untuk penetapan mitra pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung Cirata telah selesai. Dengan begitu, PT PLN (Persero) melalui anak usahanya PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) bisa segera menetapkan mitra dan melanjutkan pembangunan PLTS terapung pertama di Indonesia.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, menyatakan dengan adaya SOP ini Masdar yang sebelumnya pernah ditunjuk secara langsung akan mendapatkan previlese atau hak khusus dalam pemilihan mitra.

“Dua pekan lalu sudah dipanggil PLN. SOP-nya sudah selesai. Kan ditender, term and conditioin-nya bagaimana. Harga baru kan. Baru deh itu Masdar rights match. Tender dulu, dapat berapa. Nah, itu Masdar dapat privelese,” kata Arcandra di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (28/3).

Dengan adanya SOP baru ini, PJB menyeleggarakan tender, apabila sudah didapatkan perusahaan dengan penawaran paling sesuai dengan kriteria yang ditetapkan PJB,  Masdar bisa melakukan rights to match.

Artinya Masdar diberikan kesempatan untuk bersaing secara langsung dengan perusahaan pemenang tender. Jika Masdar sanggup menyamai proposal pemenang tender maka Masdar yang akan dipilih menjadi mitra PJB.

Masdar adalah anak usaha Mubadala asal Uni Emirat Arab yang fokus bergerak di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT) semula adalah calon mitra tunggal sebagai bagian dari adanya kerja sama antar pemerintah Indonesia dan Uni Emriat Arab (UEA). Namun kemudian Masdar tidak lagi dipastikan menjadi partner, agar tidak mencederai Good Corporate Governance (GCG) dalam proses penetapan badan usaha pengembang pembangkit.

Perubahan mekanisme penetapan mitra berawal dari adanya aturan dalam Permen ESDM no 50 tahun 2017 yang tidak memperbolehkan proses penunjukkan secara langsung partner pembangunan pembangkit EBT. Atas dasar itu Masdar bahkan langsung menghadap ke PLN dan Kementerian ESDM untuk memastikan legalitas penunjukkannya sebagai mitra sebelumnya.

PLTS yang direncanakan emiliki kapasitas produksi listrik total 200 megawatt (MW) itu akan menelan investasi sekitar US$300 juta.

Pembangunan tahap I PLTS Terapung Cirata sebesar 50 MW dan ditargetkan beroperasi komersial (Commercial Operation Date/COD) seharusnya pada kuartal II 2019. Pada tahap 2 hingga 4 sebesar 150 MW direncanakan COD pada kuartal I 2020.

Arcandra menjelaskan bahwa SOP yang baru selesai disusun akan menjadi acuan untuk proses penetapan partner pembangunan pembangkit listrik yang diawali dengan komuniskasi antar pemerintah.

“Nanti buat selanjutnya, jadi SOP ini semacam acuan kalau ada lagi G to G sebagai payungnya,” ujarnya. (RI).