JAKARTA – PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (Disjaya) memulai proses pengadaan teknologi pengisian daya cepat (fast charging) untuk moda transportasi umum. Pengadaan fast charging menarik minat perusahaan internasional, termasuk penyedia teknologi (vendor) asal Korea Selatan dan Eropa.

M Ikhsan Asaad, General Manager PLN Disjaya, mengatakan proses tender fast charging masih berjalan. Kualifikasi yang dibutuhkan adalah Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) yang mampu mengakomodir semua jenis kendaraan listrik. “Kami lagi proses pemilihan teknologi, diharapkan akhir tahun ini selesai,” kata Ikhsan di Jakarta, Selasa (25/6).

Ikhsan mengatakan biaya yang dibutuhkan untuk membangun satu SPLU berkisar Rp1 miliar-Rp2 miliar. Pemasangan SPLU fast charging dikoordinasikan dengan penyedia jasa transportasi umum.  SPLU yang akan dibangun di dua titik itu nantinya berada di luar depo transportasi umum. “Beberapa tempat yang kami minta Blue Bird dan Transjakarta. Dua titik lagi sekitar Rp4 miliar,” ungkap Ikhsan.

PLN hingga saat ini sudah memiliki setidaknya 1.800 SPLU sudah tersebar di seluruh wilayah Jakarta. Pedagang kaki lima dan pemilik usaha kecil menengah (UKM) mendominasi penggunaan SPLU tersebut. Dengan pengisian daya itu pedagang kaki lima tersebut memperoleh listrik lebih murah dibanding harus mencantol dari rumah atau tiang listrik. Selain itu keamanan dan keselamatan penggunaan arus daya pun terjamin. SPLU fast charging nantinya memiliki kecepatan pengisian daya sekitar 20-30 menit.

SPLU fast charging akan mendukung perkembangan kendaraan listrik yang bukan hanya ramah lingkungan, namun juga membantu mengurangi ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM). Kendaraan listrik lebih hemat dibanding kendaraan konvensional.  “Motor listrik membutuhkan daya 3 kWh untuk menempuh jarak 60 km,’ tukas Ikhsan.

Pengisian 3 kWh itu setara merogoh kocek hanya Rp4.800. Untuk jarak tempuh yang sama, kendaraan konvesional membutuhkan 2 liter BBM yang tidak ada yang harganya kurang dari Rp 4.800 per liter.(RI)