NUSA DUA – PT Pertamina (Persero) menjajaki kerja sama dengan empat perusahaan sebagai bagian dari program transisi energi bersih dan target penurun emisi 29% pada 2030.

Beberapa kerja sama yang dilakukan yakni, penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara PT Pertamina (Persero) dengan PT Astra Agro Lestari Tbk tentang ‘Kerja Sama dalam Potensi Hubungan Bisnis dan Pertukaran Data untuk Pengembangan Proyek-Proyek Rendah Emisi’.

Kerja sama ini bertujuan untuk pengembangan proyek rendah emisi dengan utilisasi limbah kelapa sawit (empty fruit bunch dan palm oil mill effluent) untuk menjadi produk Bioethanol dan Biomethane yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti (substitusi) bahan bakar fosil dan mendukung kemandirian energi nasional.

Selanjutnya, penandatangan perjanjian kerja sama Pengembangan Green Industrial Cluster di Jababeka antara Pertamina Power New and Renewable Energy (NRE) Pertamina Power Indonesia (PPI) dengan PT Jababeka Infrastruktur melalui pemanfaatan PLTS Atap di gedung perkantoran Jababeka.

Kerja sama berikutnya yakni Joint Study Agreement (JSA) antara PPI dengan Pondera dalam kerja sama ‘Integrated Offshore Wind Energy & Hydrogen Production Facility’. JSA ini merupakan tindak lanjut MoU antara Pertamina NRE (PPI) dengan Pondera yakni perusahaan asal Belanda pada 21 April 2022 perihal pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB).

Terakhir, JSA antara Pertamina (Persero), PEP dan Japan Oil, Gas and Metals National Corporation (JOGMEC) terkait ‘JOGMEC on CO2 Injection for Enhanced Oil Recovery (CCUS-EOR) Project in Jatibarang Field’. Dalam kerja sama ini, Pertamina dan Jogmec berkolaborasi dalam kegiatan CO2 Injection di Lapangan Jatibarang melalui studi bersama pelaksanaan proyek injeksi CO2 sebagai tahap awal untuk lebih mendukung Full Field Scale CO2-EOR sebagai metode untuk meningkatkan produksi minyak dan mengurangi emisi karbon dioksida di Lapangan Jatibarang, Jawa Barat.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengungkapkan kehadiran sektor swasta dibutuhkan dalam mencapai target ini khususnya untuk mengatasi tantangan transisi energi dari sisi investasi, operasi dan belanja modal.

“Yang terpenting adalah kolaborasi global baik sesama negara dalam (mendorong) low carbon dan juga keamanan energi,” kata Nicke pasca penandatanganan Nota Kesepahaman di Bali, Selasa (30/8).

Menurut Nicke, untuk kerjasama dengan JOGMEC ditargetkan tidak butuh waktu lama untuk bisa langsung direalisasikan injeksi CO2-nya. “Studinya sebetulnya sebelumnya sudah ada, sehingga tak akan memakan waktu lama. Karena ini kaitannya dengan teknologi dari CO2 injectionnya saja,” kata dia.

Selanjutnya dengan Pondera, tujuan akhirnya adalah ke energi baru terbarukan yaitu green hydrogen. Menurut Menurut Nicke, Pondera digandeng karena dinilai memiliki rekam jejak positif untuk pengembangan wind power yang akan dilanjutkan dengan green hydrogen. ” Ini merupkan game changer ke depan, karena yg dilakukan pertamina skr kita fokus ke sana. Karena hydrogen ke depan juga akan digunakan untuk transport juga dan utk kebutuhan energi lainnya,” jelas Nicke.

Kemudian untuk kerjasama dengan Astra Agro Lestari, implementasi kerjasama nantinya akan berupa pemanfaatan limbag dari kegiatan perkebunan. “Jadi beberapa limbah yang selama ini tandon maupun fome, limbah cair, kami konversi menjadi bioenergi. Sekaligus ini bisa mengurangi carbon emission,” ungkap Nicke.

Kerjasama terakhir dengan Jababeka adalah salah satu yang juga jadi fokus Pertamina untuk meningkatkan bauran energi terbarukan melalui PLTS Atap. “karena tuntutan dari dunia usaha sekarang adalah penggunaan dari green energy. Ini menjadi mandatory, apalagi kalau kita bicara dengan global company dan global standard product,” jelas Nicke.

Sementara itu, Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang turun menyaksikan penandatanganan kesepakatan mengaku senang dengan adanya kemitraan dan kolaborasi yang terbentuk di bawah payung pertemuan internasional B20 ini.

Menurutnya tantangan dengan penerapan teknologi rendah karbon harus ditangani bersama antara negara maju dan negara berkembang.

“Saya mendorong lebih banyak kemitraan global tidak hanya antara sektor swasta, tetapi juga dengan sektor publik untuk mempercepat implementasi. Kami berharap kemitraan hari ini dapat mendorong lebih banyak aksi bisnis melalui kerja sama kolaboratif antara sektor publik dan swasta,” kata Arifin. (RI)