JAKARTA – Proyek kilang PT Pertamina akhirnya berlanjut seiring  penandatanganan Engineering Procurement and Construction (EPC) Kilang Balikpapan dan framework agreement proyek pembangunan Kilang Bontang.

Proyek revitalisasi Kilang Balikpapan  melibatkan konsorsium yang terdiri dari SK Engineering & Construction Co.Ltd, sebagai pemimpin konsorsium, dan anggota Hyundai Engineering Co.Ltd. , PT. Rekayasa Industri dan PT PP (Persero) Tbk. Untuk Kilang Bontang akan dibangun Overseas Oil & Gas (OOG) perusahaan asal Oman dan Pertamina memiliki porsi saham 10% dengan opsi menambah hingga 30%.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengakui proyek-proyek Kilang Pertamina terlambat dibangun. Pertamina memasang target baru, yakni merampungkan seluruh proyek kilang pada 2026.

“Memang kilang mengalami keterlambatan, tapi better late than never. Kami hari ini mulai, tapi Insya Allah dipercepat. Jadi akhir 2026, keenam proyek kilang bisa diselesaikan,” kata Nicke dalam konferensi pers di Kantor Pusat Pertamina, Senin (10/12).

Keenam proyek kilang Pertamina yang ditugaskan pemerintah adalah dua pembangunan kilang baru, yakni Kilang Tuban dan Bontang. Serta empat proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) atau pengembangan kilang eksisting, yakni Kilang Balikpapan, Cilacap, Balongan dan Dumai.

Ada tiga kilang yang sekarang ini dipastikan akan dikerjakan bersama dengan mitra atau partner, yaitu Kilang Tuban bersama dengan Rosneft perusahaan asal Rusia. Kemudian Cilacap berpartner dengan Saudi Aramco serta Bontang berpartner dengan OOG.

Namun Pertamina juga tidak menutup kemungkinan berpartner untuk pengembangan Kilang Balikpapan. “Masih seleksi (partner Balikpapan), tapi kami mau jadi mayoritas (saham). Prosesnya paralel, kami tidak mau menunda pembangunan menunggu partner. Jadi kami tetap bangun saja,” ungkap Nicke.

Jika dilihat dari timeline atau target pembangunan yang baru, target penyelesaian pembangunan kilang Pertamina mundur selama tiga tahun.

Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mengatakan pada awal diinisasi, seluruh proyek kilang harusnya sudah selesai pada  2023.

“Harusnya ditahun 2023 (selesai), tapi lebih baik telat dari pada tidak sama sekali,” ungkap Dwi yang juga mantan Direktur Utama Pertamina saat ditemui di Kementerian ESDM.

Menurut Dwi, Pertamina sudah kehilangan momentum dalam membangun kilang. Pasalnya, saat tepat membangun kilang adalah ketika harga minyak anjlok dua – tiga tahun lalu. Jika pembangunan dimulai saat harga minyak masih rendah seperti dulu maka biaya investasi juga masih lebih rendah.

“Kita kehilangan momentum harga minyak yang rendah, kalau dulu pasti harganya (investasi) jauh lebih rendah dari sekarang. Dulu kan orang tidak berminat bangun kilang,” kata dia.

Namun Dwi menilai upaya manajemen Pertamina untuk kembali menngenjot pembangunan kilang patut diapresiasi. Pasalnya tidak mudah untuk terus memastikan proyek besar tetap berjalan. Apalagi bernilai miliaran dolar Amerika Serikat.

“Tapi okelah, yang penting jalan. dan ternyata ada manajemen yang berani menindaklanjuti (proyek kilang),” tandas Dwi.(RI)