JAKARTA – PT Pertamina Power Indonesia, anak usaha PT Pertamina (Persero) yang bergerak disektor ketenagalistrikan optimistis bisa menandatangani perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) Pembangkit Tenaga Listrik Gas Uap (PLTGU) di Bangladesh pada tahun ini.

Ginanjar, Direktur Utama Pertamina Power, mengatakan ada syarat administrasi utama yang harus diselesaikan, yakni Non Objective Certificate (NOC) dari dua lembaga sekaligus yang mengurusi masalah kelistrikan atau Bangladesh Power Development Board (BPDB) dan kedua dari lembaga yang akan mengurus suplai LNG ke pembagkit listrik nanti.

Selain NOC, Pertamina Power juga tengah menunggu persetujuan dari Perdana Menteri Bangladesh.

Ginanjar yakin persetujuan akan segera diterbitkan lantaran lampu hijau dari menteri yang mengurusi energi di Bangladesh juga sudah dipegang Pertamina Power. Rencananya akan ada pembicaraan final terakhir sebelum penandatanganan proyek pada akhir Maret 2019.

Ginanjar juga optimistis seluruh kesepakatan sebagai syarat PPA bisa rampung tahun ini.

“Perdana Menteri tinggal mengesahkan karena dokumen sudah rapih. Isunya ada dua, harus ada NOC jadi tidak ada keberatan dari dua lembaga. Pertama, lembaga seperti PLN-nya Bangladesh, regulator grid system itu yang menyerap listrik bisa dievakuasi ga (Listriknya), kalau itu cepat karena memang itu mereka butuh. itu sudah (didapatkan) isu lainnya NOC untuk LNG suplai,” kata Ginanjar di Jakarta, baru-baru ini.

Pertamina Power akan membangun dan mengembangkan proyek terintegrasi di Bangladesh yang terdiri dari pembangkit listrik gas turbin (Combined Cycle Gas Turbine (CCGT) Power Plant dengan kapasitas 1.400 megawatt (MW).

Proyek di Bangladesh nantinya tidak akan berbeda dengan PLTGU Jawa 1 yang juga tengah dikerjakan Pertamina Power. Pembangkit listrik nantinya akan terintegrasi langsung dengan unit penampungan LNG terapung (Floating Storage Regasification Unit/FSRU), infrastruktur mooring dan off loading serta jalur pipa gasnya. Adapun kapasitas FSRU mencapai 1.000 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).

Semula Pertamina direncanakan juga akan memasok, LNG sebagai bahan baku listrik, namun belakangan pihak Bangladesh lebih memilih LNG dipasok Petrobangla.

Menurut Ginanjar, saat ini masih didiskusikan terkait pasokan LNG. Pertamina Power pada dasarnya tidak masalah jika Petrobangla yang memasok LNG, namun harus dipastikan pasokan aman selama 22 tahun kontrak berlangsung.

Pertamina mengusulkan, jika Petrobangla akan memasok LNG maka Pertamina bisa berperan memasok LNG ke Petrobangla.

“Dengan masuknya kami berarti ada slot masuk (untuk LNG). Itu maunya didedikasikan saja ke kami, tapi melalui lembaga otoritas itu, yaitu Petrobangla. Tapi barangnya (LNG) dari Pertamina,” tandas Ginanjar.(RI)