JAKARTA – Tempat penampungan terapung (floating storage) fatty acid methyl ester atau FAME dari badan usaha bahan bakar nabati mulai beroperasi di Kalimantan. Floating storage nantinya berfungsi untuk menampung semua pasokan FAME dari badan usaha BBN Kalimantan untuk kebutuhan Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) PT Pertamina (Persero) wilayah Kalimantan dan Sulawesi.

Gandhi Sriwidodo, Direktur Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur Pertamina, mengatakan penggunaan fasilitas floating storage dilakukan Pertamina agar kendala pasokan dan distribusi yang sempat terjadi dalam perluasan program biodiesel 20% atau B20 pada 2018 tidak terulang.

Kapasitas floating storage masing-masing memiliki kapasitas sebesar 35 ribu kiloliter (KL). Kehadiran floating storage diharapkan bisa memudahkan pasokan FAME.

Pasokan yang masuk ke floating storage nantinya akan langsung didistribusikan Pertamina ke tangki blending.

“Jadi semua BUBBN yang punya alokasi di Balikpapan, drop ke situ. Itu kan clustering beberapa lokasi di wilayah timur. Supaya lebih efisien, daripada mereka kirim ke Somlaki, Poso, Timika, Kendari dan kemana-mana, lebih baik drop disitu aja,” kata Gandhi di Jakarta, Rabu (9/1).

Nantinya ongkos atau biaya penampungan akan ditanggung  BUBBN. Hanya saja besaran tarif belum ditetapkan, sehingga Pertamina akan menanggung biaya penampungan untuk sementara.

“Itu (biaya) kombinasi antara Pertamina dan mereka (BUBBN). Cost yang muncul disharing BUBBN. Itu masuk biaya floating, distribusi nanti Pertamina,” ungkap Gandhi.

Selain di Kalimantan, Pertamina sempat mengusulkan untuk menggunakan floating storage di Tuban. Namun rencana itu diurungkan lantaran risiko terlalu besar

Pertamina tidak  mendapatkan restu dari otoritas pelabuhan karena arus perairan yang tidak mendukung.

“Rencananya ada 25 titik, karena kami awalnya mau ada tiga floating storage. Karena Tuban enggak jadi, jadi ada 30 titik TBBM buat mengolah B20. pihak otoritas perairan tidak mengizinkan. ada sisa ranjau yang menganggu perairan,” kata Gandhi.(RI)