JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menegaskan proses digitalisasi 5.518 Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) yang dikelolanya bisa selesai tahun ini. Hal itu berdasarkan proses digitalisasi hingga kuartal III atau hingga September 2020 yang sudah memasuki masa akhir.

Fajriyah Usman, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan  instalasi dan integrasi sistem untuk 5.518 SPBU sudah selesai atau
100% rampung. Kini Pertamina sedang memasuki tahap data entry dalam sistem dashboard SPBU yang telah mencapai 95% dan ditargetkan akan tuntas pada akhir 2020.

“Di sektor hilir, kami berkomitmen tinggi melayani energi nasional lebih baik dengan mewujudkan digitalisasi SPBU dan Terminal BBM sehingga dapat memantau ketersediaan dan ketahanan pasokan BBM di setiap wilayah, stok dan penjualan BBM serta transaksi di SPBU. Ini sekaligus dapat meningkatkan pengawasan penyaluran BBM penugasan dalam satu sistem monitoring dasbord,” kata Fajriyah, Rabu (4/11).

Menurut Fajriyah, digitalisasi merupakan salah satu tren dunia yang tidak dapat dihindarkan dan telah menyentuh berbagai sektor industri, termasuk industri migas dan energi. Karena itu Pertamina tengah mengejar program digitalisasi di seluruh sektor bisnis secara simultan dari hulu, pengolahan, hilir serta sistem tata kelola perusahaan.

Program digitalisasi SPBU Pertamina terus mendapatkan sorotan lantaran prosesnya yang tidak kunjung selesai. Sejak dimulainya program digitalisasi SPBU pada 31 Agustus 2018 lalu program ini sudah mengalami empat kali revisi target penyelesaian. Revisi target pertama pada 28 Juni 2019, revisi target kedua pada 31 Desember 2019, revisi target ketiga pada 30 Juni 2020, dan terakhir revisi target keempat pada Agustus 2020. Keterlambatan digitalisasi ini makin diperparah dengan adanya pandemi COVID-19.

Yanuar Budi Hartanto, Pelaksana tugas Senior Vice President (SVP) Retail Marketing dan Sales sebelumnya mengatakan setiap satu SPBU yang mau didigitalisasi harus melalui beberapa tahapan sebelum full terintegrasi. Pertama adalah tahapan survei, pekerjaan sipil SPBU baik itu untuk dispenser ATG, instalasi ATG, IT, integrasi, pengetesan serah terima dari pihak Telkom ke Pertamina.

Dia menuturkan bahwa untuk memasang berbagai alat ataupun pembaharuan fasilitas guna keperluan digitalisasi diperlukan adanya kunjungan langsung ke SPBU ini masuk dalam tahapan survei.

Kendala berikutnya adalah terkait kondisi fasilitas serta alat yang dimiliki SPBU. Ia tidak memungkiri tidak semua SPBU Pertamina berumur muda. Oleh karena itu dibutuhkan pembaharuan alat maupun fasilitas perlatan agar bisa disinkronisasikan dengan alat IT yang dipasang.

“Memang ada pekerjaan rumah juga sudah tua-tua untuk penggantian itu ke pengusaha SPBU, dengan alat tua-tua itu tidak bisa integrasi it , mereka melakukan pemyempurnaan,” ungkap Yanuar.

Kebutuhan penggantian ini sendiri selain membutuhkan waktu juga memakan biaya tidak sedikit yang akan ditanggung oleh para pengusaha mitra SPBU Pertamina. Tapi menurut Yanuar jumlah investasi untuk penggantian alat tidak bisa sama rata. Hanya saja jika SPBU berumur tua sudah hampir dipastikan harus mengganti pompa setiap dispenser.

“Kalau pompa itu diganti biayanya sekitar Rp250 juta – Rp400 juta. Itu pengusaha SPBU biayanya yang tanggung,” kata dia.

Pemeliharaan Kilang

Untuk sektor pengolahan, saat ini Pertamina juga telah mengimplementasikan aplikasi digital untuk mengatur penjadwalan pemeliharaan kilang Balongan dan Kilang Dumai. Bahkan ke depan, Pertamina akan memperluas aplikasi ini ke kilang lainnya yaitu Kilang Cilacap, Kilang Plaju dan Kilang Balikpapan.

Menurut Fajriyah, digitalisasi dapat membantu mempercepat pengambilan keputusan sehingga operasional menjadi lebih cepat dan efisien. Sistem digital yang dipasang di kilang Pertamina dapat mengoptimalkan jadwal pemeliharaan yang bertujuan menghindari terjadi downtime dan kinerja keselamatan kerja di lapangan.

“Melalui sistem tersebut, Pertamina dapat menyiapkan predictive maintenance yang terintegrasi melalui adopsi advanced analytics, sehingga meminimalisir terjadinya unplanned shutdown kilang, sehingga meningkatkan kehandalan operasional dalam memenuhi kebutuhan energi nasional,” kata dia.

Fajriyah menambahkan, di sektor hulu yang menyumbang profit utama perusahaan, Pertamina juga telah melakukan transformasi digital dengan membangun Upstream Cloud dan Big Data Analytic, sebagai bagian dari optimasi penggunaan aplikasi Petrotechnical yang tersentralisasi dan terintegrasi.

Selain itu, Pertamina juga sudah melakukan enam program utama digitalisasi yaitu Loyalty Program, Digital Refinery, Knowlegde Management & Best Practice in Upstream, Digital Procurement, dan Digitalisasi Korporat. Digitalisasi Korporat diantaranya adalah pengimplementasian document management berupa p-office dan digital signature yang lebih terintegrasi.

“Di era industri 4.0, Pertamina akan melakukan transformasi digital secara terus menerus, karena langkah ini dapat berkontribusi terhadap nilai tambah perusahaan sebagai ujung tombak energi nasional. Melalui digitalisasi dalam proses pengadaan barang dan jasa, diprediksi Pertamina dapat memberikan kontribusi efisiensi terbesar, sekitar Rp 1,5-2 triliun per tahun,”kata Fajriyah.(RI)