JAKARTA – PT Pertamina (Persero) memastikan gangguan produksi minyak mentah yang dialami Saudi Aramco akibat serangan drone ke dua fasilitas utamanya tidak akan mengganggu pasokan ke Pertamina.

Fajriyah Usman, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan Pertamina memiliki kontrak pembelian minyak dengan Saudi Aramco. Serangan terhadap fasilitas produksi dan pemrosesan minyak mentah milik Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais bukan satu-satunya fasilitas yang dimiliki Saudi Aramco, sehingga bisa memenuhi kebutuhan dari fasilitas lainnya.

“Saudi Aramco masih optimistis, kami kan sudah komunikasi intens dengan mereka. Mereka inventorynya banyak, sampai sekarang mereka sangat optimistis tidak ada penjadwalan ulang, tidak ada dampak apa-apa,” kata Fajriyah di Jakarta, Selasa (17/9).

Dia pasokan minyak mentah dari Saudi Aramco rata-rata mencapai sekitar 100 ribu barel per hari (bph) yang diolah di kilang Cilacap yang dilakukan setiap satu bulan sekali.

Untuk produk minyak mentah seperti gasoline, Pertamina tidak hanya mengandalkan pasokan dari Saudi Aramco. Hingga kini ketahanan BBM Pertamina mencapai 20 hari.

“Kalau produk, kami dari mana-mana. Kami kan ambil dari banyak tempat, ada yang dari sana, tapi produk bisa dari banyak tempat. Ada dari Saudi Aramco juga, hanya tidak signifikan,” ujar Fajriyah.

Pertamina pada tahun ini telah banyak mengurangi impor minyak mentahnya dibandingkan dengan tahun lalu. Hal ini tidak lepas dari aturan baru terkait kewajiban penawaran minyak mentah dari hak kontraktor yang beroperasi di Indonesia kepada Pertamina.

Hingga semester I tahun ini Pertamina telah mengimpor minyak sebesar 220 ribu barel per hari (bph) atau 25% dari total serapan yang mencapai 901 ribu bph. Tahun lalu, porsi impor minyak tercatat 339 ribu bph atau 37% dari total serapan 910 ribu bph. Hingga awal Agustus lalu, total volume minyak mentah yang telah dibeli perseroan mencapai 123,6 ribu bph dari 39 KKKS.(RI)