JAKARTA – PT Pertamina (Persero) semakin gencar melakukan transisi bisnis energi. Salah satunya dengan mengkaji penggunaan energi nuklir.

Andianto Hidayat, Vice President Downstream Research & Technology Innovation Pertamina, menyatakan kajian untuk pengembangan bisnis nuklir juga dilakukan perseroan menyusul banyaknya perusahaan migas kelas dunia yang berbondong bondong melakukan shifting bisnis yang semula hanya energi fosil ke energi bersih.

“Kami juga menyesuaikan distrupsi energi ini. Untuk jangka pendek, kami sudah kembangkan geothermal. Namun kedepan kami juga sedang melakukan berbagai penelitian untuk hal lain seperti ocean energy, liquidfuel coal bahkan ke nuklir,” ujar Andianto dalam diskusi virtual, Rabu (17/2).

Dia menuturkan dari kajian yang sudah dilakukan, nuklir potensial dikembangkan di Indonesia dengan penerapan safety yang sangat tinggi.

“Ini sedang secara paralel kami kaji juga. Seperti apa model dan pengembangannya. Energi nuklir ini sangat ramah lingkungan dan memiliki aspek safety yang tinggi sebenarnya,” ungkap Andianto.

Untuk bisa melanjutkan kajian ke tahap implementasi energi nuklir, kebijakan pemerintah menjadi kunci utama. Tapi yang jelas Pertamina sudah memulai dan jika arah kebijakan memungkinkan perusahaan tidak lagi tertinggal jauh.

“Ini semua tergantung seperti apa kebijakan pemerintah nantinya,” tukas Andianto.

EBT memang jadi fokus Pertamina ke depan. Manajemen menjadikan EBT sebagai energi utama dalam kegiatan operasionalnya. Total ada sekitar 1,5 Gigawatt (GW) kebutuhan energi yang akan dipasok pembangkit listrik berbasis EBT.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengungkapkan salah satu pembangkit EBT yang akan menjadi fokus untuk digunakan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Pertamina akan membangun PLTS untuk memasok listrik ke fasilitas produksi di hulu maupun operasional di bisnis hilir.

“Kami bisa bangun panel surya di semua kilang untuk menjadi bauran energi di sana, dan juga di terminal bahan bakar minyak (BBM),” kata Nicke.(RI)