Pengurasan tingkat lanjut di lapangan Sukowati menggunakan injeksi CO2. (foto: A Tatan Rustandi/Dunia-Energi)

JAKARTA – Salah satu struktur yang menjadi prioritas PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero) sekaligus kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di bawah pengawasan SKK Migas,  untuk dikembangkan dengan menerapkan metode Enhanced Oil Recovery (EOR) adalah lapangan Sukowati di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Metode yang digunakan untuk pengurasan tingkat lanjut itu akan menggunakan injeksi CO2.

“Dengan metode ini diharapkan rata-rata produksi di Sukowati akan stabil disekitar 10 ribuan barel per hari (bph),” ujar Andi W Bachtiar, Vice President EOR Pertamina EP di Jakarta, Selasa (12/3).

Andi menjelaskan salah satu persiapan yang dilakukan untuk menerapkan EOR injeksi CO2 adalah dengan pembangunan fasilitas untuk menunjang injeksi. Pembangunan fasilitas inilah yang membuat EOR dengan CO2 cenderung menelan menyedot biaya tinggi di awal proyek.

“CO2 kapitalnya besar. seperti di Sukowati, untuk kompresor, listrik, pompa biayanya sekitar US$ 450 juta, termasuk pipline untuk alirkan CO2-nya,” katanya.

Berdasarkan data Pertamina EP tahapan implementasi EOR dimulai dari tes laboratorium selama 1,5 tahun mulai tahun ini. Dilanjutkan dengan proses Plan of Development (PoD) selama setahun. Proyek percontohan diterapkan pada semester II 2022 dan dilanjutkan implementasi secara full scale mulai 2023 di semester kedua. Seluruh proses tersebut diproyeksikan akan habiskan biaya sebesar US$ 545 juta.

Namun demikian, keekonomian proyek EOR di Sukowati masih terbilang tinggi. Andi menjelaskan keekonomian yang baik ditunjukkan dengan hasil kajian atau pre-feasibility study yang menyatakan Internal Rate of Return (IRR) di Sukowati bisa mencapai 23%, ini jauh diatas ketentuan korporat yang mengharuskan setiap proyek memiliki IRR minimal sebesar 13%. “Sebanyak 23% itu masih fly, korporat itu IRR- nya 13%. Ini masih kita dorong, kita matangkan lagi,” tukasnya.

Salah satu faktor yang membuat IRR di proyek EOR Sukowati tinggi adalah adanya pasokan gas gratis dari lapangan Jambaran Tiung Biru (JTB) yang dikelola anak usaha hulu Pertamina lainnya, yakni PT Pertamina EP Cepu (PEPC).

Untuk itu, proyek EOR di Sukowati sebenarnya juga berpacu dengan proyek JTB yang diperkirakan rampung pada 2021. “Makanya ini kita harus sesuaikan dengan schedule proyek JTB, kan tahun 2021 selesai,”ungkap Andi.

Ada dua metode EOR yang kini dikembangkan di Pertamina EP yakni menggunakan CO2 dan bahan kimia seperti polymer dan surfaktan. Untuk polymer saat ini sedang dikembangkan di lapangan Tanjung.

Untuk masalah biaya, Andy menjelaskan sebenarnya menggunakan bahan kimia masih lebih ekonomis karena modal awal tidak perlu menyediakan fasilitas pendukung sepeti kompresor.”Cuma pompa aja. Tapi tiap tahun harus beli sekian ton (bahan kimia),” ungkap Andy.

Untuk dilapangan Tanjung misalnya satu pilot project EOR mengahabiskan sekitar US$ 4 juta. Berdasarkan kalkulasi jika ingin kembangkan EOR menjadi full scale menbutuhkan dana sekitar US$ 120 juta. (RI)