JAKARTA – PT Pertamina Hulu Energi (PHE), Subholding Upstream PT Pertamina (Persero), mencatat adanya potensi gas hingga 230 miliar kaki kubik (billion cubic feet/BCF) dari sejumlah lapangan migas marjinal yang dikelola dan belum diproduksikan.

John H Simamora, Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan PHE, menyatakan untuk memproduksi potensi gas tersebut Pertamina membutuhkan insentif sehingga potensi tersebut bisa masuk secara keekonomian.

“Kami punya proyek-proyek besar di mana kalau tidak ada insentifnya maka tidak akan jalan. Ada juga stranded dan marginal gas resources,” kata John disela DETalk bertajuk Optimalisasi Penggunaan Gas Bumi menuju Transisi Energi, Selasa (24/8).

Berdasarkan data PHE ada 14 lapangan marginal dan stranded dimana sebanyak tujuh lapangan di Pulau Sumatra, tiga di Pulau Jawa, dua di Pulau Kalimantan, dan dua di Indonesia Timur. Beberapa contoh lapangan marginal ini adalah Bangkudulis dengan potensi 20 BCF, Bunyu dan Bunyu Central Tapa 50 BCF, Tiaka 40 BCF, serta Salawati 15 BCF. Biaya pengembangan lapangan jenis ini mencapai sekitar US$6 per juta british thermal unit (million british thermal unit/MMBTU).

Menurut John, sangat disayangkan jika potensi yang ada tidak dimonetisasi karena nantinya negara juga dirugikan jika potensi gas ini tidak dikembangkan. Indonesia perlu mengamankan pasokan gas domestik di masa depan. Langkah ini diperlukan agar Indonesia tidak sampai harus mengimpor gas, seperti saat ini harus mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

“Kalau tidak diambil, negara akan lebih rugi. Kami, Pertamina, juga sedang beproses (pengjuan insentif) di Kementerian ESDM, kami minta tolong SKK Migas untuk percepat lagi,” ungkap John.

Taslim Z Yunus, Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menuturkan untuk mengejar target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) dan gas 12.000 MMscfd pada 2030, pihaknya terus memperbaiki iklim investasi hulu migas nasional.

“Langkah strategis, salah satunya usulan insentif fiskal, ini sudah beberapa diberikan pemerintah, seperti perubahan split (bagi hasil) dan fiskal, dan lainnya,” ungkap dia.

SKK Migas mengusulkan sembilan insentif ke pemerintah. Enam diantaranya telah disetujui pemerintah. Rincinya, penundaan pencadangan dana pascatambang (abandonment and site restoration/ASR), penundaan atau penghapusan PPN LNG, harga diskon untuk penjualan gas di atas batas take or pay (TOP) dam DCQ, serta fleksibilitas skema fiskal seperti depresiasi dipercepat, perubahan bagi hasil sementara, dan harga penuh kewajiban pasok dalam negeri (domestic market obligation/DMO), pembebasan biaya pemanfaatan barang milik negara, serta penundaan atau pengurangan hingga 100% pajak tidak langsung.

Sementara tiga lainnya yang masih diupayakan adalah tax holiday untuk pajak penghasilan, penyesuaian biaya pemanfaatan Kilang LNG Badak US$ 0,22 per juta british thermal unit, serta dukungan dari kementerian yang membina industri pendukung hulu migas terhadap pembahasan pajak bagi usaha penunjang kegiatan hulu migas.