JAKARTA – PT Pertamina (Persero) tengah menyusun strategi baru dalam pengelolaan logistik penyimpanan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) melalui program Supplier Held Stock (SHS).

Mulyono, Direktur Logistik dan Infrastruktur Pertamina, mengatakan melalui program SHS maka Pertamina bisa melakukan pembelian BBM dan LPG dari luar negeri dengan jumlah besar dan dalam jangka panjang.

Selama ini BBM dan LPG yang dibeli Pertamina berasal dari Singapura, lantaran negara itu memiliki salah satu fasilitas penyimpanan migas dan produknya dalam skala besar. Namun dengan progam SHS Pertamina tidak perlu lagi menyewa atau mendatangkan BBM dari storage yang ada di Singapura.

“Kami sedang punya program mudah-mudahan segera jalan, kalau ini jalan luar biasa. Kami akan beli BBM jangka panjang,  10 tahun misalnya. Tetapi kami minta stoknya disimpan di Indonesia, bukan di Singapura,” kata Mulyono, Senin (28/9).

Apabila program ini jalan maka banyak keuntungan yang bisa diperoleh baik untuk negara ataupun Pertamina. Konsep progam ini biaya untuk pengadaan stok akan ditanggung oleh pihak supplier. Pertamina akan membayar ke supplier ketika dilakukan pengambilan produk. Selain itu supplier juga diharuskan menyimpan stok di wilayah Indonesia ini yang jadi keunggulan utama program ini sehingga bisa menambah stock BBM maupun LPG nasional.

Menurut Mulyono, Pertamina akan beli jangka panjang, namun minta stok-nya ada di Indonesia, maka cost stock-nya yang menanggung bukan Pertamina, namun supplier.

“Nanti kami bayar apabila ssudah ambil barang dari terminal yang ada di Indonesia.  Dengan begitu dampaknya karena dia simpan di Indonesia maka stok nasional akan lebih tinggi,” ungkap Mulyono.

Lebih lanjut ia menuturkan inventory cost di Pertamina selama ini misalnya LPG ada yang dibeli dari Amerika Serikat, dengan perjalanan kurang lebih dari satu bulan, dimana biaya ditanggung. Pembiayaan yang ditanggung supplier ini membuat Pertamina bisa berhemat dari sisi biaya distribusi.

“Tapi kalau SHS kami tahu barangnya di Indonesia sehingga yg nanggung inventory stock adalah supplier. Akan meningkatkan ketahanan stok nasinal walaupun bukan punyanya Pertamina, tapi sudah ada di Indonesia kalau terjadi apa-apa bisa kita gunakan,” ujar Mulyono.

Manfaat lainnya, Pertamina tidak perlu menyediakan investasi besar untuk membangun storage. Dalam program SHS ini supplier diwajibkan membangun fasilitas peyimpanan yang nantinya akan menggunakan skema Build Own Operate Transfer (BOOT) yang harus diserahkan ke Pertamina dalam jangka waktu tertentu.

“Kami nggak perlu capex, pokoknya saya mau beli yang bapak (supplier) siapkan dan storagenya di Indonesia. Sekarang ini kami minta storage ini dalam waktu 10 tahun harus jadi miliknya Pertamina,” kata Mulyono.(RI)