JAKARTA – Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur harga listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) direncanakan segera ditetapkan. Langkah ini merupakan terobosan kebijakan pemerintah dalam membangun kepercayaan investor dalam menjalankan bisnis energi bersih melalui pengaturan skema harga yang kompetitif.

“Target Perpres Agustus, saat ini sudah di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham),” ungkap Ida Nuryatin Finahari, Direktur Panas Bumi Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, baru-baru ini.

Rancangan Perpres EBT dinyatakan telah mendapat dukungan penuh dari para pengusaha EBT. Ini ditunjukkan dengan adanya sinergi komunikasi kepada mereka selama proses penyusunan regulasi.

Kementerian ESDM terus melakukan komunikasi dengan Kementerian terkait agar Rancangan Perpres EBT cepat diselesaikan.

FX Sutijastoto, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, mengatakan dengan mengandalkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM saja, belum cukup menstimulus lahirnya kontrak-kontrak EBT yang baru.

“Untuk membangun level kompetitif, harga EBT nanti ditentukan melalui Perpres EBT. Ini sangat penting,” kata Sutijiastoto.

Belum optimalnya pasar EBT di Indonesia menjadi tantangan tersendiri mengingat skala keekonomian seringkali dianggap kurang kompetitif ditandai dengan tingginya harga beli EBT.

Sutijastoto mengatakan Perpres EBT mampu menjadi jawaban atas berbagai permasalahan saat ini dengan memberikan net benefit yang positif. Dengan masifnya pemanfaatan EBT akan menciptakan nilai-nilai ekonomi baru serta banyak memberikan manfaat, seperti menghasilkan energi bersih, menciptakan harga listrik yang terjangkau, maupun meningkatkan investasi nasional dan daerah.

Di samping itu, pengembangan EBT juga mendorong pertumbuhan industri dan ekonomi dalam negeri, mendorong munculnya pengusaha baru, hingga meningkatkan ketahanan energi dan ekonomi nasional.”Banyak sumber-sumber energi nasional itu ada dalam negeri sehingga mampu keluar dari jebakan neraca perdagangan,” urai Sutijastoto.

Urgensi lain dari pembentukan rancangan Perpres ini adalah belum ada kontrak/Power Purchase Agreement (PPA) pembangkit IPP yang proses pengadaannya mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

“Diharapkan mendapat dukungan dari berbagai stakeholder terkait. Dukungan ini menjadi bagian dari sinergi dan sinkronisasi atas instrumen kebijakan yang akan dijalankan di kemudian hari,” tandas Sutijiastoto.(RA)