JAKARTA – Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia memiliki peran penting dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor energi, sekaligus untuk mewujudkan Indonesia Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Untuk meningkatkan investasi dan mempercepat pencapaian target bauran energi terbarukan dalam bauran energi nasional sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional serta penurunan emisi gas rumah kaca, perlu pengaturan percepatan pengembangan pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan. Berdasarkan pertimbangan tersebut , Pemerintah menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

“Sama sekali (Perpres 112/2022) tidak berpengaruh kepada energi nuklir . Yang harus diingat, Perpres ini kan esensinya adalah feed in tarif. Karena diharapkan dengan adanya FIT, maka akan lebih menarik bagi pengembang dan terjadi percepatan,” kata Bob S Effendi, Chief Operation Thorcon Power Indonesia, kepada Dunia Energi, Rabu(21/9/2022).

Bob mengingatkan, regulasi tersebut adalah Perpes energi terbarukan sementara nuklir mempunyai porsi sendiri yang disebut energi baru. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang (UU) Energi dan RUU EBET (Energi Baru dan Energi Terbarukan).

Sebagai informasi, Thorcon Power rencananya akan mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) Thorium Molten Salt Reactor (TMSR) berkapasitas 500 megawatt (MW) senilai US$1,2 miliar atau setara dengan Rp 17 triliun.

PLTT Thorcon akan menggunakan model desain struktur kapal dengan Panjang 174 meter dan lebar 66 meter, yang setara dengan tanker kelas Panamax ini rencananya akan di bangun oleh Daewoo Shipyard & Marine Engineering (DSME) di Korea Selatan, yang merupakan galangan kapal nomor 2 terbesar di xunia. PLTT di targetkan akan memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sekitar 10%.

Thorcon Power akan mengembangkan PLTT di Indonesia sebagai Independent Power Producer (IPP) tanpa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan target harga jual listrik yang bersaing dengan pembangkit listrik batu bara.

“Apabila RUU EBET diketok menjadi UU maka perlakukan energi terbarukan dan nuklir harus sama tidak dibedakan, maka seharusnya kedepannya juga harus ada feed-in-tarif nuklir,” kata Bob.(RA)