JAKARTA – Pengerjaan proyek kilang seperti Refinery Development Master Plan (RDMP) serta pembangunan kilang baru atau New Grass Root Refinery (NGRR) yang dibebankan kepada Pertamina dinilai terganggu dengan  berbagai beban penugasan yang diemban perusahaan pelat merah itu.

“Kebutuhan meningkat, kalau kita telat bangun infrastruktur karena Pertamina  bebannya berat terhadap penugasan  program pemerintah yang terus membebani keuangan, Pertamina tidak akan mampu mengimbangi permintaan itu,” kata Herman Khaeron, Wakil Ketua Komisi VII DPR kepada Dunia Energi, Senin (9/7).

Proyek kilang yang sekarang pun berjalan lambat karena pengaruh berbagai beban tersebut. Beberapa penugasan yang saat ini dikerjakan dan menjadi beban bagi keuangan Pertamina diantaranya, BBM satu harga hingga kebijakan menahan harga BBM dibawah keekonomian.

Menurut Herman, konsumsi minyak pasti akan terus meningkat dan jika tidak diimbangi dengan ketersediaan infrastruktur kilang maka Indonesia tidak akan pernah lepas dari ketergantungan pasokan impor. Ujungnya negara sendiri yang nantinya akan terkena imbas.

” Program pemerintah yang menahan harga BBM membuat keuangan Pertamina terbebani. Pertamina tidak akan mampu mengimbangi permintaan itu. Pada akhirnya nanti negara yang akan sulit untuk bisa mandiri berdaulat di bidang energi,” ungkap Herman.

Sejauh ini baru kilang Balikpapan yang pengembangannya didahulukan. Kondisi keuangan Pertamina yang terus terbebani memberikan pengaruh terhadap proyek kilang terlihat dengan dirubahnya strategi pengembangan kilang Balikpapan.

Semula Pertamina komitmen untuk melakukan revitalisasi kilang Balikpapan secara mandiri, namun kini strategi partnership dipilih, Pertamina justru tengah mencari partner pembangunan kilang.

Risiko tinggi dan kebutuhan dana yang besar menjadi alasan Pertamina merubah strategi pembangunannya.

Herman menambahkan beban penugasan jelas memberikan dampak, karena ketika beban bertambah otomatis penerimaan yang nantinya menjadi modal Pertamina untuk berinvestasi juga akan berkurang.

“Jelas dong berpengaruh, kemampuan pendapatan Pertamina dijadikan modal akselerasi investasi dan pengembangan,” kata dia.

Lebih lanjut menurut Herman niat pemerintah memberikan hak kelola blok migas terminasi sebagai kompensasi terhadap beban penugasn tidak dapat dibenarkan sepenuhnya. Seharusnya beban tersebut menjadi tanggung jawab negara dan dapat dijalankan melalui berbagai mekanisme, salah satunya subsidi.

“Semestinya Pertamina dibiarkan tumbuh besar, beban penugasan dibiarkan dicover APBN melalui subsidi tidak bisa konversi penugasan dengan blok-blok terminasi untuk kompensasi satu harga, lalu harga jual BBM lebih rendah dari biaya produksi,” tegas Herman.(RI)