Blok migas Offshore North West Java (ONWJ) yang sukses dialih kelola Pertamina.

Blok migas Offshore North West Java (ONWJ) yang sukses dialih kelola Pertamina.

JAKARTA – Seiring akan berakhirnya kontrak beberapa perusahaan asing pada sejumlah blok minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia, mencuat wacana perlu dibentuknya konsorsium perusahaan nasional, guna mengambil alih pengelolaan blok-blok migas potensial yang habis masa kontraknya tersebut. PT Pertamina (Persero) dinilai layak menjadi lead atau pemimpin konsorsium tersebut.

Wacana ini diantaranya dimunculkan oleh Presiden Direktur PT Benakat Petroleum Energy Tbk, MS Noor. Menurutnya, sudah saatnya bangsa Indonesia saat ini mengelola sendiri sumber daya alam migasnya, setelah puluhan tahun dipercayakan kepada perusahaan asing. Mengingat, sudah banyak anak bangsa yang mempunyai keahlian mengelola lapangan-lapangan migas di Nusantara, dan berhasil.

Ia mencontohkan blok migas Kangean PSC yang berada di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Blok migas yang dulu bernama Terang Sirasun Batur itu, dulu dikelola oleh perusahaan migas asal Inggris, British Petroleum (BP). Setelah habis kontraknya, blok itu lantas diambil alih perusahaan migas nasional PT Energi Mega Persada (EMP) dan produksinya cukup bagus sampai sekarang.

Beberapa tahun ke depan, ujarnya, ada beberapa blok migas potensial yang kontrak pengelolaannya dengan perusahaan asing segera berakhir. Diantaranya Blok Mahakam yang dikelola Total E&P Indonesie (berakhir 2017) dan Blok Sanga-Sanga, Kalimantan Timur yang dikelola Vico (berakhir 2018). “Jika diberi kepercayaan, putera-putera terbaik bangsa Indonesia yang ahli dibidang migas, tidak akan kesulitan melanjutkan pengelolaan blok-blok itu,” ungkap MS Noor di Jakarta, Senin, 22 Juli 2013.

Saat ini, lanjutnya, selain Pertamina yang mewakili perusahaan migas milik negara, di Indonesia telah beroperasi sejumlah perusahaan migas milik nasional, yang telah mampu menunjukkan kinerja bagus. Selain Benakat Petroleum yang kini dipimpinnya, tersebut pula beberapa nama besar seperti PT Medco Energi Internasional Tbk dan EMP.

Jika perusahaan-perusahaan migas nasional ini berkumpul dalam suatu konsorsium, lalu bersama-sama mengusulkan alih kelola blok-blok migas yang habis kontraknya dengan perusahaan asing, menurutnya tentu akan menjadi suatu ikhtiar yang bagus, dalam rangka mendorong kemandirian pengelolaan migas nasional. Upaya mengembalikan blok-blok migas ke pangkuan Ibu Pertiwi pun, tidak akan lagi dicap sebagai ambisi Pertamina semata. Namun sudah menjadi aspirasi bersama seluruh anak bangsa.

“Mengapa tidak Pertamina, Medco, EMP, Benakat, dan beberapa perusahaan migas nasional lainnya bersatu, membentuk konsorsium perusahaan migas nasional dengan Pertamina sebagai lead-nya, untuk mengambil alih pengelolaan blok-blok migas yang kontrak pengelolaannya dengan perusahaan asing berakhir. Ini tentu sangat bagus untuk promosi kepentingan nasional,” jelasnya.  

Seperti Blok Mahakam, ucapnya, mestinya memang sudah saatnya diserahkan untuk dikelola perusahaan nasional. Ia yakin Pertamina maupun perusahaan migas nasional lainnya, sanggup melanjutkan pengelolaan blok yang cadangan dan sumber dayanya masih cukup potensial itu. “Kalau dibilang sulit, masih lebih sulit Kangean PSC ketimbang Blok Mahakam,” tukas mantan Presiden Direktur PT EMP Kangean ini.

Sumber Daya Manusia Melimpah

MS Noor menceritakan, ia hanya bersama sebelas orang tenaga ahli migas, saat diberi kepercayaan melanjutkan pengelolaan Kangean PSC pasca berakhirnya kontrak BP, Agustus 2004. Kondisi lapangannya cukup sulit karena terdiri dari laut, darat, dan laut dalam, yang jaringan distribusinya melalui pipa bawah laut menuju Surabaya.

Selain itu, ungkapnya, di Kangean PSC juga ada lapangan North Pagerungan yang harus dikerjakan dengan rig bawah laut. “Saat memulai di Kangean PSC, kami memutuskan untuk memanggil para ahli eks Lapindo untuk memperkuat tim. Terbukti kami bisa, dan Kangean PSC terus memberikan kontribusi bagus pada produksi migas nasional, hingga saat ini,” kisahnya.

Dari situ, ia menilai, sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang ahli di sektor migas, sudah melimpah. Apalagi di Pertamina yang sudah punya pengalaman di sekian banyak anak perusahaannya, plus di sejumlah blok migas alih kelola lepas pantai, seperti West Madura Offshore (WMO) dan Offshore North West Java (ONWJ), dan di sejumlah perusahaan lain di Nusantara.

“Jadi kita tidak perlu khawatir kekurangan SDM maupun tenaga ahli, jika mengambil alih pengelolaan blok-blok migas yang habis kontrak dari asing. Saat ini ribuan orang yang bekerja di perusahaan migas asing juga orang-orang Indonesia, bahkan sudah menduduki level-level jabatan yang tinggi. Alat-alat canggih yang digunakan di sejumlah blok migas yang dikelola asing, juga disuplai kontraktor nasional,” terang pria yang pernah 18 tahun bekerja di Vico ini.

BUMN Sudah Siap

Terkait wacana ini, beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor migas pun mengaku siap. Diantaranya Pertamina, yang mengaku siap menjadi lead, jika gagasan konsorsium perusahaan migas nasional untuk alih kelola blok migas habis kontrak ini terwujud.

“Kami siap jika diminta menjadi lead, dan saya pikir aspirasi tersebut cocok dengan Pertamina yang ingin bersama membangun kemajuan bangsa. Tapi kalau bentuknya konsorsium terlalu abstrak, langsung saja dibangun sinergi antar perusahaan migas nasional,” Direktur Gas Pertamina, Hari Karyuliarto menanggapi wacana tersebut di Jakarta, Selasa, 23 Juli 2013.

Ia pun berpesan, aspirasi tentang perlunya dibentuk konsorsium maupun sinergi antar perusahaan nasional untuk alih kelola blok migas habis kontrak itu, lebih baik langsung disampaikan ke pimpinan Pertamina. Karena Pertamina sendiri saat ini, sedang terus berupaya menggalang sebanyak mungkin partner atau mitra kerja untuk mengembangkan sumber daya migas nasional, baik di up stream (hulu) maupun down stream (hilir). “Terutama yang di down stream,” ujarnya.

Hari juga meminta, perusahaan-perusahaan migas nasional yang ingin maju bersama Pertamina, agar serius dan benar-benar memiliki niat untuk memajukan bangsa. “Jangan sampai wacana atau aspirasi ini masih menjadi gagasan yang kurang serius, atau belum semata-mata untuk kepentingan bangsa,” tandasnya.

Kesiapan yang sama juga diungkapkan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk. Head of Corporate Secretary PGN, Ridha Ababil mengaku, pihaknya selalu terbuka untuk menggalang kerjasama, untuk mengembangkan sumber daya migas nasional, untuk kepentingan bangsa. “Terlebih kami saat ini sudah mulai menapak di sektor hulu gas. Jadi peluang itu selalu ada,” ungkapnya di Jakarta, Rabu, 24 Juli 2013.

Amankan Pasokan Domestik

Seperti diketahui, setelah sekian lama menjadi pemain gas di sektor hilir, PGN saat ini telah masuk ke sektor hulu. BUMN ini memegang sebagian Participating Interest (PI) atas tiga blok gas di dalam negeri. Yakni Blok Bangkinai di Kalimantan Timur, dan dua blok di Jawa Timur yaitu Blok Ketapang dan Ujung Pangkah. Di tiga blok itu, PGN baru memegang PI, sedangkan operatornya perusahaan lain.

Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko PGN, M Wahid Sutopo menjelaskan, langkah PGN masuk ke bisnis hulu merupakan strategi untuk mengamankan pasokan gas, untuk pelanggannya di dalam negeri. Sejauh ini pelanggan gas domestik PGN terus meningkat yang sebagian besar adalah kalangan industri, namun seringkali terhambat oleh masih kurangnya pasokan dari produsen gas di hulu.  

Wahid tidak menampik bahwa PGN juga sudah pasang kuda-kuda, untuk ke depan bisa masuk sebagai operator di bisnis hulu gas. Untuk itu, mulai saat ini PGN telah menyiapkan SDM, jika nantinya benar-benar terjun sebagai operator mengelola lapangan gas. Meski baru sebatas berpartisipasi, di tiga blok tersebut, PGN telah menempatkan beberapa tenaga ahli geologi dan geofisika. Sehingga ketika nantinya PGN masuk menjadi operator, sumber daya manusianya sudah siap.

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)