JAKARTA – Pembangunan pembangkit Energi Baru dan Terbarukan (EBT) telah menjadi prioritas utama bagi pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi di masa mendatang. Dalam kurun lima tahun terakhir, penambahan kapasitas pembangkit EBT sebesar 1.730 MW dengan kenaikan rata-rata sebesar 4,3% per tahunnya. Kapasitas terpasang PLT EBT tahun 2021 mencapai 654,76 MW dari target 854,78 MW.

“Kta perlu apresiasi atas upaya Ditjen EBTKE Kementerian ESDM atas capaian kinerja selama tahun 2021. Peningkatan kapasitas tetap terjadi sehingga masih bisa bertahan pada pertumbuhan rata-rata sekitar 4,3% per tahunnya,” ungkap Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), kepada Dunia Energi (Selasa (18/1).

Menurut dia, diantara capaian yang baik terlihat dari bioenergi yang melebihi target dan PLTP yang sesuai target. Sedangkan target pembangkit lainnya masih belum sesuai. Capaian ini juga baik masih terpenuhi ditengah tingginya penyebaran COVID-19 tahun 2021.
Namun demikian, target bauran energi terbarukan masih jauh dari 23% yang harus dipenuhi pada tahun 2025. Dengan waktu yang tersisa sekitar 3-4 tahun, maka tantangan untuk memenuhi target tersebut akan semakin besar.

“Ini bukan hanya menjadi tanggung jawab Kementerian ESDM, tetapi juga kementerian lainnya. Kami yakin tidak akan mungkin Kementerian ESDM apalagi Ditjen EBTKE bekerja sendiri untuk memenuhi target bauran energi nasional,” ujar Surya Darma.

Dia mengungkapkan bahwa berbagai pihak sudah mengindikasikan bahwa pengembangan energi terbarukan tidak akan bisa terjadi jika beberapa hambatan yang selama ini dipersoalkan tidak diselesaikan . Sebut saja soal harga energi yang masih diatur menggunakan Permen ESDM No.50 Tahun 2017 yang tidak menarik investasi. Demikian juga aspek legal yang perlu ada kepastian usaha, proses pengadaan energi terbarukan, PPA yang bankable dan lain-lain. Untuk ini sudah diusulkan diterbitkan Perpres harga energi terbarukan yang dibeli PT PLN (Persero) dan sudah selesai dibahas oleh Kementerian ESDM dengan pemangku kepentingan energi terbarukan sejak akhir tahun 2019.

“Nyatanya juga masih terhambat di Kementerian lain. Karena itu, hambatan itu menjadi tidak relevan jika hanya yang dievaluasi adalah Kementerian ESDM, apalagi Ditjen EBTKE,” kata Surya Darma

Dia menekankan, dengan pengalaman krisis energi yang mulai menghinggapi Indonesia dalam waktu belakangan ini, seperti kisruh soal tata kelola batubara. “Seharusnya ada evaluasi menyeluruh terhadap kesiapan dan upaya pembangunan energi terbarukan agar ketahanan energi makin baik serta transisi energi akan berjalan dengan mulus,” kata Surya Darma.(RA)