JAKARTA – Cadangan mineral timah selama ini terkesan dikuasai dan dimonopoli satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT Timah Tbk (TINS). Meskipun memonopoli, Timah tetap saja merugi. Untuk itu pemerintah didesak untuk memperbaiki tata kelola timah di tanah air agar bisa dioptimalkan tidak hanya oleh PT Timah.

Arif Zardi Dahlius, Sekretaris Jenderal Komite Cadangan Mineral Indonesia, mengatakan Indonesia merupakan eksportir timah terbesar di dunia. Hanya saja  meski berpredikat produsen dan eksportir terbesar di dunia, Indonesia belum mempunyai data resmi jumlah cadangan dan produksi nasional.

Selama ini yang mempunyai data terukur terkait cadangan, produksi dan potensi ekspor timah hanyalah PT Timah. Padahal, tidak sedikit perusahaan timah swasta dan juga penambang ilegal yang memproduksi timah tersebut.

“Pemerintah sudah perlu untuk membuat neraca timah nasional. Pemerintah harus mempunyai data akurat seberapa besar produksi dan cadangan selama ini. Hal ini diperlukan untuk bisa memetakan tata kelola niaga timah kedepan,” kata Arif dalam diskusi virtual, Senin (11/1).

Faisal Basri, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia menilai, selama ini komoditas timah terkesan tidak diurus karena dipandang sebelah mata oleh pemerintah. Padahal, Indonesia bisa saja berperan sebagai pengendali harga karena Indonesia merupakan produsen dan mempunyai cadangan timah terbesar di dunia.

“Timah ini seolah-olah enggak dapat perhatian yang memadai dari pemerintah. Bauksit, nikel kan semua sudah dilarang. Tembaga juga dilarang. semua harus diolah dulu. Nah kenapa timah kok ekspor bijih terus?,” ungkap Faisal.

Pemerintah harus mulai fokus pada komoditas timah lantaran hingga kini pabrik permunian dan pabrik end user dari produk timah ini belum ada di Indonesia.

“Kita kehilangan kesempatan untuk mengolah timah yang terbatas ini, harusnya tidak disia-siakan, Kita harus melakukan value creation,” kata Faisal.

Teddy Marbinanda, praktisi timah nasional, mengatakan tata kelola yang setengah hati serta tidak lengkapnya data cadangan membuat pengembangan timah menjadi tidak optimal. Selama ini tidak sedikit penambang illegal timah yang ada di Indonesia. Para pemegang IUP timah selama ini tidak mempunyai data utuh bagimana cadangan terbukti timah sampai hari ini.

“Praktik di lapangan, kalau saya bilang ya terkait data cadagan lalu pelaksanaan dan kegiatan eksplorasi. Bisnis pertambangan yang seyogyanya punya data. Dalam timah, dalam sejarahnya data cadangan selayaknya perusahaan pertambangan, hanya PT Timah dan hulunya adalah PT Kobatin,” kata Teddy.(RI)