NEW YORK– Harga minyak global turun hampir 1% pada akhir perdagangan Kamis atau Jumat (22/3) pagi WIB, tetapi bertahan di dekat tertinggi 2019. Penurunan harga tersebut disebabkan pengetatan persediaan global, pengurangan produksi Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), dan sanksi-sanksi Amerika Serikat terhadap produsen utama Iran dan Venezuela.

Patokan internasional, minyak mentah Brent untuk pengiriman Mei turun US$0,64 atau 0,9% menjadi ditutup pada US$67,86 per barel di London ICE Futures Exchange.

Sementara itu minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei turun US$0,25 menjadi menetap pada US$59,98 per barel di New York Mercantile Exchange. Harga minyak itu setelah mencapai tertinggi harian US$60,33, tertinggi sejak 12 November.

“Pasar semakin sedikit ragu-ragu di level ini,” kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago, seperti dikutip Reuters.

Baker Hughes perusahaan jasa energi, menyatakan sejumlah pperusahaan energi AS minggu lalu mengurangi jumlah rig minyak yang beroperasi selama empat minggu berturut-turut dengan pengeboran melambat ke level terendah dalam hampir satu tahun. Namun, ketegangan perdagangan global tetap mengkhawatirkan.

“Mengapa harga minyak tidak naik melewati atap? Kami menduga Pedang Damocles yang menggantung di atas pasar saat ini disebut pembicaraan perdagangan AS-China,” ujar Tamas Varga, analis di broker PVM, dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters.

Pasar menemukan beberapa dukungan dalam angka ketenagakerjaan AS yang bullish. Jumlah orang Amerika yang mengajukan permohonan untuk tunjangan pengangguran turun lebih besar dari yang diperkirakan minggu lalu, menunjukkan masih kuatnya kondisi pasar tenaga kerja, meskipun laju pertumbuhan pekerjaan telah melambat setelah kenaikan kuat tahun lalu.

Harga minyak mentah telah didorong naik hampir sepertiga sejak awal 2019 oleh pemotongan pasokan yang dipimpin oleh OPEC serta sanksi-sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela.

Penurunan produksi telah menyebabkan pengetatan persediaan global. Konsultan JBC Energy memperkirakan stok telah turun dengan “kuat” 40 juta barel sejak pertengahan Januari. Hal itu mengikuti penurunan 10 juta barel dalam stok minyak mentah AS pekan lalu, penurunan terbesar sejak Juli karena ekspor dan permintaan penyulingan yang kuat. Sanksi-sanksi AS juga mengganggu pasokan.

“Ekspor Venezuela ke AS akhirnya mengering, setelah sanksi-sanksi diberikan kepada mereka oleh pemerintah AS awal tahun ini,” menurut Bank ANZ.
Pengiriman minyak Iran telah merosot. AS berupaya untuk memotong ekspor minyak mentah Iran sekitar 20% menjadi di bawah satu juta barel per hari mulai Mei, dengan mewajibkan negara-negara pengimpor untuk mengurangi pembelian guna menghindari sanksi-sanksi AS.

Di sisi lain, OPEC kemungkinan akan memutuskan untuk memperpanjang kesepakatan pemotongan produksi dengan Rusia pada pertemuan organisasi berikutnya pada Juni, RBC Capital Markets mengatakan dalam sebuah catatan.

“Dengan pengemudi bus OPEC, Arab Saudi, tidak menunjukkan tanda-tanda goyah dalam menghadapi tekanan baru dari Washington, kami percaya bahwa OPEC kemungkinan akan memperpanjang kesepakatan untuk jangka waktu 2019,” kata RBC.

Produksi minyak mentah OPEC turun dari puncak 32,8 juta barel per hari (bph) pada pertengahan 2018 menjadi 30,7 juta barel per hari pada Februari. Namun, produksi minyak mentah di Amerika Serikat, produsen terbesar dunia, kembali ke rekor 12,1 juta barel per hari minggu lalu. (RA)