JAKARTA – Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) diminta lebih komprehensif dalam melakukan studi terkait Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Abadi Purnomo, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), mengatakan hingga saat ini DEN masih menyusun roadmap pengembangan PLTN sesuai instruksi Presiden Joko Widodo.

“Batan diminta lebih komprehensif melakukan studinya, dampaknya, acceptance masyarakat. Nuklir tidak reluctant, tapi nuklir juga tidak murah,” kata Abadi kepada Dunia Energi, belum lama ini.

Menurut Abadi, teknologi PLTN generasi baru saat ini tergolong mahal. Di samping itu, posisi wilayah Indonesia yang berada di jalur rawan gempa, ring of fire, juga harus menjadi pertimbangan.

“Yang paling aman dipasang di Kalimantan. Saat sidang paripurna terakhir, Pak Wapres menyampaikan jika dipasang di Kalimantan maka harus pasang pipa berapa ribu kilometer untuk bisa ditarik di Jawa atau Sumatera, cost-nya akan mahal,” ungkapnya.

Pembangunan PLTN memerlukan waktu lama 10 sampai 15 tahun. Sejumlah negara yang sudah mengembangkan energi nuklir untuk pembangkit listrik, cenderung lamban dalam prosesnya.

Abadi mengatakan, dasarnya pengembangan PLTN membutuhkan keputusan politik pemerintah.

“Kapan sih kita mau bikin nuklir. Kalau mau buat sekarang, paling 10-15 tahun lagi selesai. Namanya nuklir memang keputusan politik, kalau negara bilang go nuclear, jalan semuanya. India pun awalnya bilang 5 tahun, akhirnya malah 15 tahun, lambat sekali. Jadi memang keputusan politik perlu, kalau Presiden dan Wapres yes, ya go nuclear,” tandas Abadi.(RA)