JAKARTA – Pembangunan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) tidak hanya sekedar bermanfaat untuk lingkungan melainkan bisa juga dirasakan manfaatnya untuk pertumbuhan ekonomi.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR),  mengungkapkan contoh nyata pertumbuhan ekonomi yang didorong penggunaan pembangkit EBT terjadi pasca krisis 2008-2009 yang melanda dunia, di mana negara-negara yang memberikan stimulus dan insentif untuk energi terbarukan justru mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.

Negara-negara Uni Eropa yang memberikan stimulus setara 0,3% dari pendapatan domestik bruto untuk energi bersih, mendapatkan kenaikan pertumbuhan ekonomi 0,6-1,1%. Hal ini setara pertumbuhan ekonomi 3-5 kali lipat dengan adanya stimulus untuk infrastruktur energi bersih.

Studi Bappenas juga sebenarnya sudah memproyeksikan hal serupa. ekonomi Indonesia bisa tumbuh lebih tinggi dan berkualitas dengan mengintegrasikan energi rendah karbon.

“Kalau ingin tumbuh di atas 6%, untuk keluar dari middle income trap dan memanfaatkan bonus demografi, maka strateginya mengurangi gas rumah kaca secara ambisius dengan mendorong energi terbarukan yang lebih besar dari sekarang,” kata Fabby dalam diskusi virtual, Jumat (14/8).

Konsekuensi dari peningkatan pembangkit listrik EBT adalah untuk menggantikan pembangkit fosil. Selain itu juga pemerintah bisa mempertimbangkan untuk tidak lagi operasikan pembangkit-pembangkit yang sudah berumur tua yang justru memiliki biaya operasi tinggi karena umurnya sudah tidak lagi muda.

Berdasarkan catatan, ada sekitar 2.135 unit pembangkit fosil yang sudah tua dengan total kapasitas mencapai 13.345,1 Megawatt (MW). Pembangkit tersebut rata-rata sudah beroperasi lebih dari 15 tahun terdiri dari PLTU sebanyak 23 unit berkapasitas 5.655 MW, PLTGU 46 unit berkapasitas 5.912,2 MW, dan PLTD 2.246 unit berkapasitas 1.777,9 MW.

Pemerintah mengakui, efek yang ditimbulkan dari kehadiran pembangkit EBT cukup besar. Untuk itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melihat pentingnya memperioritaskan energi terbarukan dalam stimulus pasca Covid-19.

Menurut Harris Direktur Aneka Energi Terbarukan Kementerian ESDM, 77% investasi pembangkit listrik baru di 2050 adalah pembangkit energi terbarukan. Dia menyebutkan, ada tiga alasan paket stimulus harus mencakup investasi energi bersih.

“Sudah dianalisa, ketika pakai energi bersib, bisa mengembalikan ekonomi 3-8 kali lebih tinggi dari investasi awal. Kemudian harga energi fosil yang berfluktuasi, memberi peluang percepatan peralihan ke energi bersih. Dari aspek tenaga kerja, energi terbarukan bisa menciptakan lapangan kerja baru yang signifikan, jauh lebih tinggi dari energi tak terbarukan,” kata Harris.(RI)